"Bisa-bisanya otakmu kosong! Tulislah tentang saya. Biasanya kau pandai mengarang cerita. Biasanya kau pintar pula menghidupkan saya di depan orang-orang. Mengapa sekarang kau hanya diam membisu?" kata seseorang yang perlahan pergi dari kepala saya.Â
Saya terpaku di atas meja. Melihatnya nanar dan semakin samar. Entah, dia pergi ke mana. Entah, mengapa dia pergi. Entah, apa lagi yang bisa saya tuliskan tentangnya. Bayangannya semakin menjauh.
Wahai para penulis cerita, rekan-rekan sealiran dengan saya, pernahkah Anda mengalami kehabisan ide? Sama sekali buntu? Di depan laptop, jari kaku tidak bergerak? Mata hanya menatapnya dengan layar kosong begitu saja, perlahan layu, dan kemudian mengantuk?
Lalu, Anda garuk-garuk kepala? Memijat-mijat dahi? Tanpa disadari, Anda lekas menutup laptop. Entah, apa yang Anda lakukan? Saya pun bingung. Bingung, tidak tahu mau menulis apa.
Penulis cerita bisa kehabisan ide. Mungkin karena gairah menulis hilang, kelelahan sebab aktivitas lain, atau sudah jenuh? Ini siklus yang wajar dialami kebanyakan penulis.
Tidak ada satu pun kata tertulis. Tidak ada konsep cerita terbangun. Tidak ada kreasi plot twist. Tidak ada dan tidak ada. Sementara di sisi lain, kemampuan menulis harus terus diasah.
Alah bisa karena biasa. Itulah kata-kata bijak kuno dan tetap relevan hingga sekarang. Bila kemampuan menulis tidak konsisten diasah, lama kelamaan akan tumpul. Tidak jarang, ada penulis yang sudah lama tidak menulis--padahal dia begitu hebat dulu, bingung mau menulis apa ketika pertama kali kembali ke dunia penulisan.
Kekhawatiran saya ke situ pun ada. Bagaimana kalau saya tidak bisa lagi menulis cerpen? Bagaimana kalau fantasi saya semakin buyar dan tak mampu membuat cerita yang memikat?
Membacalah
Mau menulis wajib membaca. Walaupun sudah banyak asam garam kehidupan yang potensial ditulis, kalau tidak membaca, tulisan akan berantakan. Apakah nyaman pembaca melihat pemilihan kata yang tidak pada tempatnya, kesalahan penulisan ejaan, tanda baca yang tidak tepat, apalagi untuk karya cerpen yang menghendaki tulisan itu hidup dan terasa begitu nyata?
Bila habis ide, juga membacalah. Cari ide dari cerpen-cerpen yang menurut kita berkualitas. Saya selalu melakukan ini. Saya ingin tulisan saya berkelas, maka cerpen yang dibaca pun harus berkelas.
Kendati kita tidak langsung menulis, dari hasil membaca, masih ada rekaman kalimat-kalimat bacaan yang tersimpan di otak. Bila kreatif, modifikasi sedikit menjadi cerita baru. Ide mungkin dapat dan kemampuan menulis masih ada.
Berliburlah
Tidak hanya dari buku muncul ide. Sekali-kali melihatlah secara langsung. Menghabiskan uang untuk memandang senja di tepi pantai, pergi ke kebun binatang bersama keluarga, bertandang ke tempat sejuk dan banyak pepohonan, atau wilayah lain kesukaan kita.
Buat hati gembira sehingga stres itu menjauh. Sambil "mood" perlahan datang, amati cermat segala yang ada di lokasi. Semua makhluk di sana, kondisi alamnya, ekspresi para wisatawan, aktivitas yang dikerjakan, dan lainnya. Hal-hal kecil dan detail biasanya memantik ide untuk menulis.Â
Ngobrol
Penulis tidak boleh sepenuhnya menghabiskan waktu di atas meja menatap laptop. Sebagai makhluk sosial, keluarlah berbincang dengan orang. Apalagi menulis cerita. Ngobrol sangat membantu.
Secara tidak langsung, kita akan bertukar pikiran dengan lawan bicara. Menangkap cara berpikir dan sudut pandangnya yang berbeda. Ini salah satu ide segar dan menarik, dan mungkin bisa kita lekatkan pada pemikiran tokoh cerita yang hendak kita tulis.
Biasa Saja dan Santai
Dari ketiga di atas, ini paling utama. Jangan panik. Jangan menanamkan rasa bersalah pada diri kita. Jangan stres. Meskipun cerita yang mau ditulis bersuasana stres, penulisnya tetap tidak boleh stres. Mengapa? Karena itu berdampak buruk pada pemilihan kata. Yang ada, ceritanya hanya umpatan dan amarah.
Tidurlah. Otak juga perlu diberi kesempatan untuk dingin sejenak. Kita ingin bisa terus menulis kan? Jika sudah mencapai batas maksimal, tidak ada salahnya mengambil waktu untuk rehat.
"Istirahatlah kalau begitu. Saya tahu kau lelah. Saya akan mendatangimu nanti jika badanmu sudah bugar." Tiba-tiba bayangan itu mendekati saya. Pada tembok, saya bisa melihat bibirnya bergerak. Berkata-kata tanpa ada paksaan seperti sebelumnya. Dia akhirnya sadar, saya hanya manusia biasa.
...
Jakarta
9 April 2021
Sang Babu Rakyat