Tetangga itu mengajak saya duduk di teras rumahnya. Bibirnya tersenyum, seperti habis beroleh sesuatu yang menggembirakan.
"Iya, Bu, saya tadi habis beli waktu. Saya dapat tiga kali dua puluh empat jam. Lumayan, Bu. Saya bisa bernapas untuk cari pinjaman."
"Maksud Ibu?"
Tetangga saya terus tersenyum. Kali ini, seperti ada sedikit beban yang baru lepas dari pundaknya.
"Maksud saya, saya jadi ketambahan waktu tiga hari untuk bayar utang. Seharusnya, hari ini, tukang tagih datang. Tapi, karena waktu yang saya beli, dia datang tiga hari kemudian."
Saya menggaruk-garuk kepala. Masih belum jelas masuk akalnya di mana.
"Jadi, ibu beli waktu dari penjual itu, lalu ibu dapat waktu tiga hari, tukang tagih utang tidak jadi datang hari ini, dan nanti hari ketiga baru ia nagih?"
Tetangga saya menganggukkan kepala.
"Bagaimana ceritanya?"
Tetangga saya tertawa.
"Ibu pasti heran, karena baru di sini, kan? Penjual itu sudah terkenal lama. Ia suka menjual waktu. Ketika ada orang beli, ia akan jual waktu dengan memutar jarum jam pada jam bekernya ke arah kiri, sebanyak waktu yang dibeli. Lalu...."