Mohon tunggu...
Hoediono Tommy
Hoediono Tommy Mohon Tunggu... Lainnya - Student in College

Seorang Mahasiswa di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Jurusan S1 Perbankan Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mbah Romlah, Nenek Penjual Jamu yang Tabah dan Berenergik

2 Juni 2022   21:21 Diperbarui: 2 Juni 2022   21:28 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hallo semua selamat malam, kali ini saya kebagian tugas kewarganegaraan dengan tema mewawancarai orang-orang minoritas. Pada tulisan kali ini mungkin akan membawakan pesan-pesan berharga kepada pembaca semuanya karena artikel wawancara ini begitu menyentuh hati sehingga tidak patut untuk dilewatkan untuk tidak dibaca begitu saja. Beliau adalah ibu Rukoyah sosok inspirator hidup  yang akan akan membawakan kisah hidup yang membuat saya tergugah hatinya dan menyadari untuk senantiasa bersyukur kepada Allah atas limpahan kenikmatan yang telah diberikan oleh-Nya. Okelah tanpa berlama-lama mari kita simak cerita dibawah

Ibu Romlah adalah seorang nenek renta yang harus bekerja kerja diumurnya yang tak lagi muda. Beliau telah beurmur sekitar 70 tahun namun beliau masih gigih dan bersemangat berjualan menjajakan jamu yang disajikan dalam botol bekas air mineral. Baginya, umur tua bukan halangan untuk mencari rezeki karena beliau percaya bahwa rejeki itu sudahada yang ngatur. Beliau berkata kepada saya bahwa “Allah niku mbiten sare le, lek pancen wonten rejekine lan takdire nampi rejeki nggih wonten ae dalan damel meraih rejeki niku” (Allah itu tidak tidur, kalaupun sudah rejeki dan jalannya ya pasti ada saja jalan untuk meraih rejeki itu). Beliau setiap hari harus bangun pagi untuk menegolah bahan-bahan seperti kunyit, kencur dll untuk dijadikan jamu dan dijual. Beliau menjualkan jamu dengan mendorong gerobak dagangannya dengan penampilan khasnya yakni mengenakan caping, berbaju lengan pendek dipadukan dengan kebaya khas orang jaman dulu. Walaupun seringkali diraut wajahnya terpancar kelelahan tapi Ibu Rukoyah tetap semangat karena beliau harus tetap bertahan hidup dikondisi yang sulit ditambah adanya gelombang COVID-19 yang memaksa beliau untuk berjuang lebih keras.

Ibu Romlah sudah memiliki cicit dan telah lama suaminya meninggal kurang lebih 5 tahun yang lalu. Sejak suaminya meninggal, otomatis ibu Rukoyah hidup sebatang kara. Meski memiliki dua anak, beberapa cucu dan cicit, Mbah Rukoyah enggan tinggal bersama anak-anaknya. Karena anaknya sudah sibuk dengan kehidupan masing-masing sehingga beliau tidak mempermasalahkan dan tetap dengan tabah melepaskan anaknya untuk menjalani kehidupannya sendiri. Sebelum berjualan keliling jamu tradisional, Mbak Rukoyah sempat memilik warung bakso dan soto di Kota Semarang. Karena umur yang sudah tua, Mbah Rukoyah bersama almarhum suaminya memutuskan pulang ke kampung halaman dengan uang hasil perantauannya di Semarang. Mbah Rukoyah merasa menikmati hidupnya karena beliau setiap hari sudah disibukkan dengan aktivitas menjual jamu tradisionalnya. Tak hanya sekadar jualan, Mbah Rukoyah juga meracik dan mengolah sendiri jamu-jamu tradisionalnya. Bahkan proses membuat aneka racikan jamu tradisionalnya dimulai dari pukul 01.00 dini hari. “Saya bangun sekitar jam 1 lalu mulai meracik jamunya” pungkas beliau. Setelah jamu itu diracik lalu beliau memasukannya kedalam botol bekas air mineral. Setalah dimasukkan kedalam botol air mineral beliau langsung menata botol jamunya diatas gerobaknya. Beliau biasanya berangkat menjajakan jamunya pada pukul 07.00 pagi dengan mendorong gerobak jamunya ke rute-rute yang telah beliau tentukan sebelumnya. “Biasanya ya ke jalan-jalan atau ke gang-gang kurang lebih 10 kilo saya menjajakan jamu dengan jalan kaki” kata beliau. Ketika sudah menjelang dhuhur jam 12.00 mbak Rukoyah baru balik dan beristirahat. Kadang beliau masih menjajakannya hingga sore jika jamu yang dijualnya masih banyak. Penghasilan atau omzet beliau menjual jamu ini jug relatif kadang 25.000 kalau sepi dan kalau ramai biasanya bisa menyentyh angka 50.000 perhari. Karena usianya yang renta terkadang banyak warga yang bersimpati dengan semangatnya diusia renta tapi masih menjual jamu dengan mendorong gerobak. Biasanya ada langganan Mbak Rukoyah yang sering membeli dagangan beliau. “Ya ada saja mas yang beli dan langganan jamu saya walaupun tidak setiap hari”. Walaupun pendapatan dari usaha jamunya ini relatif kecil, namun beliau tetap mensyukuri berapapun penghasilan yang didapatkannya karena rejeki itu pemberian dari Allah dan beliau juga mencarinya dengan cara yang halal.

Walaupun begitu, terkadang beliau juga merasa kesulitan dan tak jarang warga memberikan bantuan kepada mbah Romlah berupasembako, makanan hingga uang tunai. Semenjak adanya pandemi  yang melanda negeri ini selama kurang lebih hampir dua tahun yang merontokkan aneka usaha di berbagai sektor ekonomi usaha jamu kelilingnya Mbah Rukoyah juga ikut kena dampaknya. Namun dengan kepasrahan dan kepercayaan Mbah Rukoyah terhadap kemahabesaran dan kemurahan Allah menjadikan nenek itu dilancarkan usahanya. Dari hari ke hari jamu tradisional keliling Mbah Rukoyah makin dikenal banyak orang. Selain harganya yang murah satu botol ukuran 600 mililiter hanya dibanderol Rp 5.000 untuk jamu beras kencur atau kunir asem, jamu tradisional Mbah Rukoyah dikenal asli karena diracik sendiri dengan bahan-bahan alami tanpa pengawet. Dalam satu geroboknya mbak Rukoyah biasanya menyediakan aneka jamu mulai dari beras kencur, sinom hingga kunir asem. Baginya, tuhan sudah memberikan yang terbaik untuk hambanya dan beliau percaya apa yang diberikan oleh Allah. Karena semuanya Allah yang menentukan. Mau dibuat dagangannya ramai ya Alhamdulillah dibuat sepi juga nggak apa-apa. Semuanya itu kehendak Allah,” ujar Mbah Rukoyah. Mbah Rukoyah pun merasa bersyukur walaupun hidup sederha beliau jarang sakit selama berjualan jamu tradisional dengan mendorong gerobok. Namun apabila beliau sakit seperti pusing dan mual beliau biasanya langsung menghubungi anak cucunya melalui telepon seluler. “Kalau rasa sakit atau tidak enak badan saya tinggal hubungi anak atau cucu saya. Kebetulan cucu beliau sudah membelikan handphone,” pungkas Rukoyah yang mengakiri wawancara ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun