Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Jalur Alternatif" Menuju Seks

9 November 2020   19:54 Diperbarui: 9 November 2020   20:06 1094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ya, untuk urusan perasaan, Saya memang tegas karena ada pengalaman buruk ketika menjalin sebuah hubungan dengan wanita yang Saya sukai dulu. Beruntungnya, ia bersedia menerima Saya apa adanya dengan segala kegilaan berpikir yang Saya miliki. Dan itu sesuatu yang bagus, berarti Saya akan sangat bodoh jika akhirnya Saya memilih wanita lain.

Akhirnya kami berkomitmen, saling menjaga kepercayaan, dan berlangsung hingga hari ini.

Apa yang membuat Saya memiliki pemikiran yang berbeda dari kebanyakan orang? Itu karena, Saya tidak ingin konsentrasi Saya dalam menata masa depan terpecah hanya karena urusan cinta. Saya berpikir bahwa masih banyak hal yang harus lebih diprioritaskan daripada cinta, pacaran, yaitu "ke-aku-an".

Pernikahan butuh modal, untuk melanjutkan pernikahan berarti Saya harus memiliki karir yang bagus. Dan untuk mendapatkan karir yang Bagus, berarti Saya harus mewujudkan impian Saya dalam "ke-aku-an" itu.

Indonesia Tanpa Pacaran, Nikah Muda, Poligami, bagi Saya itu hanyalah sebuah pembodohan. Ada bukti yang sudah tersebar di media sosial, bahwa Indonesia Tanpa Pacaran tidak lebih dari sebuah dagangan yang mengatasnamakan agama. Pasangan kekasih dipaksa menikah untuk menghindari zina? Hahaha, are U fu*king kidding me?

Pernikahan tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena ada banyak sekali aspek yang harus dipenuhi. Jika banyak orang nikah muda tapi tidak ada persiapan yang matang, maka "kemiskinan terstruktur" yang ada di Indonesia bukan isapan jempol belaka.


Saat ini sudah banyak suami yang melakukan poligami. Alasan yang paling umum? Yaitu soal kepuasan ranjang. Jika suami sudah merasa bosan dengan kenikmatan yang diberikan oleh istrinya, pasti dia akan mencari penyedia jasa kenikmatan, atau bahkan melakukan poligami. Atau yang paling sering yaitu, melakukan nikah siri.

Sedangkan mereka (yang berpoligami) sendiri tidak sanggup untuk menginterpretasikan aksiologi dari pernikahan, aksiologi dari poligami. Maka tidak heran, jika yang ada di benak mereka adalah melulu soal kepuasan, seks.

Orang-orang banyak yang dipaksa untuk menikah muda, atau bahkan poligami, sedangkan mereka belum sepenuhnya siap akan segala konsekuensi yang ada di depan mata mereka. Jika modal abab (omongan) saja, mereka pasti bilang "siap".

Tapi bagaimana dengan materi? Mental? Apakah mereka sudah siap dengan kebutuhan jasmani dan rohani itu? Lahir dan batin? Bahkan saya yakin, orang-orang yang memutuskan untuk menikah muda itu masih 'bergantung' ke orang tuanya masing-masing.

Apakah program syariah yang mereka tawarkan itu merupakan pilihan terbaik? Tentunya tidak, masih ada banyak pilihan yang lebih baik dari itu. Menahan kecabulan, misalnya. Hehehe. Karena memang pada dasarnya, anjuran berpoligami adalah diperuntukkan bagi mereka yang berkecukupan untuk menikah lagi dengan wanita miskin, disabilitas, janda miskin, sebatang kara, pokoknya yang hidupnya jauh di bawah kata layak dan cukup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun