Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Paradoks, Relevansi Demokrasi terhadap Perkembangan Zaman

28 Oktober 2019   11:41 Diperbarui: 28 Oktober 2019   11:59 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu kebebasan berpendapat menjadi isu yang sering dibahas dalam berbagai kesempatan oleh banyak orang, sebagian besar masyarakat memandang bahwa Indonesia sudah tidak lagi Demokrasi, melainkan Otoriter. 

Hal itu dapat kita lihat dari banyaknya kasus pembungkaman yang dilakukan Pemerintah terhadap sipil, baik yang berjuang demi orang banyak, demi keberlangsungan hajat hidup orang banyak, maupun atas inisiatif sendiri dengan melancarkan kritik kepada Jokowi yang akhirnya dijerat oleh pasal karet UU ITE.

Pada tulisan kali ini saya akan membahas satu poin saja, yaitu tentang perorangan yang mengkritik Presiden Jokowi melalui meme, sarkastik, atau yang terang-terangan menghina Presiden Jokowi. Tentu kita sudah banyak menemui kasus seseorang yang menghina Jokowi di media sosial lalu terjerat kasus UU ITE, yang kemudian pelaku memohon ampun agar dibebaskan. 

Hal itu sudah benar, sudah seharusnya pelaku ditangkap karena penghinaan yang berlebihan itu. Tapi kalau meme? Sarkastik? Ngabalin sendiri dalam acara Kupas Tuntas CNN pernah berkata bahwa orang-orang yang menghina/mengkritik Presiden Jokowi, jika keadaan itu terjadi pada masa Orde Baru, tentu orang-orang yang bersangkutan tidak akan selamat. 

Ngabalin juga menyeret karikatur Tempo yang menggambarkan sosok Jokowi seperti sosok Pinokio, Ngabalin juga menegaskan kalau Tempo memuat karikatur seperti itu pada masa Orde Baru, maka Tempo akan mengalami pembredelan. Fyi, Tempo sendiri pernah dibredel pada masa Soeharto berkuasa karena melakukan kritik pada saat itu.

Saya akan mengajak pembaca semua untuk mengorek pernyataan Ngabalin tentang "Jika pada jaman Orde Baru, yang bersangkutan sudah hilang".

Dalam beberapa kesempatan yang membahas masalah Ideologi, saya sering mengatakan bahwa Ideologi haruslah bisa mengikuti perkembangan zaman, harus relevan dengan abad yang sedang terjadi, termasuk dengan fenomena-fenomena yang bermunculan pada saat itu, sehingga Ideologi itu bisa diterima oleh banyak orang. Begitu juga dengan Demokrasi. 

Demokrasi pada tahun 1998 tentunya berbeda dengan Demokrasi pada tahun 2019, itu dikarenakan oleh semakin berkembangnya teknologi informasi, salah satunya dengan menjamurnya media sosial. 

Pengkritik Jokowi pada saat ini tentu akan semakin bertambah banyak karena efek dari kemajuan teknologi informasi, orang-orang bisa dengan bebas melakukan kritikan atau bahkan penghinaan kepada Jokowi melalui media sosial, Pemerintah harus sadar akan hal itu dan harus menerima fenomena atas berkembangnya teknologi informasi. 

Tapi jika Pemerintah mempidanakan pengkritik melalui meme atau sarkastik, itu harus dipertanyakan tingkat relevansinya, daya logikanya, pola berpikirnya pada abad 21 ini.

Menjamurnya media sosial tentu akan berimbas pada dunia politik, termasuk urusan kritik mengkritik, psywar, proxy war, atau sejenisnya. Namun apa gunanya perkembangan teknologi informasi jika Pemerintah tidak bisa menerima itu sebagai sebuah kemajuan dalam peradaban? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun