Catatan yang berikutnya yaitu yang berkaitan dengan literasi. Hemat saya, sudah tidak efektif dan relevan lagi adanya razia buku, pembakaran buku, pelarangan diskusi yang dilakukan oleh pegiat literasi.Â
Bayangkan, bagaimana sumber daya manusia di Indonesia akan membaik jika apa-apa yang berkaitan dengan wawasan maupun literasi dibatasi? Dipersempit ruang geraknya? Atau bahkan dibubarkan secara paksa? Apakah dengan begitu kualitas sumber daya manusia di Indonesia akan membaik? Sanggup untuk bersaing dengan sumber daya manusia dari negara-negara maju? Mimpi! Peningkatan kualitas sumber daya manusia cetusan Jokowi tidak lebih dari sekedar halusinasi jika pembatasan-pembatasan dalam hal literasi masih saja ada atau bahkan dijadikan budaya.
Catatan yang terakhir yaitu, kalau bisa tegur dan jatuhkan sanksi kepada ormas-ormas ataupun instansi yang mempersempit ruang literasi di Indonesia. Ormas yang bebasis agama, nasionalis, Polisi, hingga TNI yang ikut mensukseskan penyempitan ruang literasi perlu diberikan sanksi yang tegas oleh Presiden Jokowi demi terwujudnya iklim literasi yang baik, sehingga tujuan utama dalam periode kedua Jokowi dapat berjalan secara mulus dan menghasilkan sesuatu yang benar-benar bisa merubah negara ini menjadi jauh lebih baik.
Membaca itu jendelan dunia, sedangkan ada banyak media yang bisa digunakan untuk mengetahui hal-hal yang ada di seluruh dunia, salah satunya melalui buku. Dan pada akhirnya, tulisan ini akan mengerucut pada sosok Mendikbud yang baru, ada banyak sekali PR yang harus diselesaikan oleh Mendikbud untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia agar sejajar dengan sistem pendidikan yang ada di negara-negara maju.