Apapun system pilkada yang akan diputuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat terkait mekanisme Pilkada baik yang langsung maupun  yang tidak langsung seyogyanya agar memberikan dampak positif pada penguatan penyelenggaraan otonomi daerah dan melahirkan sosok kepala daerah yang mengutamakan peningkatan kesejahteraan rakyat, sehingga orientasi segenap kepala daerah bagaimana menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih (clean government) dan good governance. Bukan malah sebaliknya sebagaimana yang diungkapkan Lord Acton (1834-1902) tentang kekuasaan bahwa 'power tends to corrupt' masih relevan pada kondisi saat ini, meski sudah lebih satu abad teori ini dicetuskan. Meraih kekuasaan hanya untuk mengumpulkan modal finansial untuk menggantikan utang-utang finansial semasa menjadi calon.
Sistem pilkada yang akan diterapkan kedepan tentunya dapat menumbuhkan pendewasaan pendidikan politik rakyat dalam kehidupan berdemokrasi. Namun yang perlu disempurnakan adalah soal implementasi Undang-undang 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang. Penyelenggaraan Pilkada yang mengharuskan lembaga pengawas pilkada agar menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, sehingga rakyat dapat dituntun untuk menyalurkan aspirasinya dalam pemilukada dengan prinsip jurdil (jujur, dan adil), guna menciptakan pemilukada yang beradab dapat diwujudkan di negeri ini. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI