Mohon tunggu...
Humaniora

Berani Membuka Usaha dengan Keberanian Jadi Kaya dan Bahagia

3 November 2017   07:19 Diperbarui: 3 November 2017   08:10 1362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh H.M. Ambaldy Djuardi, Direktur dan Pemilik "Juliana Jaya"

3---Ada satu hal paling menyedihkan yang saya alami, ketika saya masih susah hidup "menggelandang" di Jakarta, saya tak bisa dihubungi ketika ibu saya meninggal dunia di Sukamandi. Waktu itu saya jadi kondektur buskota yang poolnya di seberang Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata. Tiap malam saya tidur di bagian luar TMP Kalibata itu. Famili-famili saya tidak ada yang tahu, karena memang alamat saya tak jelas. Saya tahu ibu saya meninggal dunia, setelah tiga hari. Saya hanya bisa memeluk dan menciumi makam ibu saya berupa gundukan tanah basah.

Peristiwa itu relatif sudah lama sekali, ketika tarif buskota di Jakarta Rp 25,- (duapuluh lima rupiah). Perlu saya mengenangnya sejenak, setidak-tidaknya agar saya tetap bisa menjadi orang yang tahu diri.

Tetapi ada juga yang pada akhirnya membuat saya sangat bahagia dan bersyukur kepada Tuhan, yaitu setelah saya mulai "berhasil", saya bisa "menarik" saudara-saudara dari kampung untuk pula merobah nasib. Saya pun bisa menjadi orang yang punya kemampuan untuk sering-sering memberi, dan itu juga merupakan kebahagiaan tersendiri.

Mungkin Anda pernah mengalami kesedihan setara dengan yang pernah saya alami. Begitu pula, mungkin Anda pernah menikmati rasa bahagia di hati karena bisa sering-sering memberi.

Tetapi pun mungkin belum, atau bahkan tak punya bayangan bakal jadi orang yang punya kemampuan untuk bisa sering-sering memberi sehingga merasakan kebahagiaan yang demikian tinggi. Habis bagaimana, sedangkan gaji tak seberapa, untuk membayar cicilan rumah, angsuran sepeda motor, serta keperluan-keperluan lain, hanya pas-pasan. BEGITULAH, kira-kira. Kondisi yang demikian pun harus dipahami sebagai proses. Masih banyak waktu, sementara dijalani, dan dalam menjalaninya perlu juga disertai sikap sadar menabung, walaupun sedikit-sedikit.

Hidup memang tak mudah. Lebih-lebih lagi bila sedang dalam keadaan tak punya pekerjaan, gara-gara terkena PHK (pemutusan hubungan kerja), misalnya. Cari kerja lain lagi ternyata enggak gampang. Akhirnya murung, mengumpat-umpat, katanya, gara-gara sistem outsourcing, jadi begini. Macam-macamlah. Menuding perusahaan tidak adil, pemerintah tidak adil, segala ini, segala itu.

Namun ketahuilah, sesungguhnya ada apa di balik semua itu? Mungkin sekali malah jadi momentum untuk Anda bangkit menjadi bos, yang pada akhirnya lebih bos daripada bos yang mem-PHK Anda itu.

Sesungguhnya, pemerintah sangat mengharapkan Anda menciptakan lapangan kerja. Banyak pengangguran sangat mengharapkan Anda dapat mempekerjakan mereka demi kehidupan keluarganya.

Mengapa saya katakan Anda, dan memisahkannya dari mereka? Karena Anda tertarik membaca tulisan ini. Itu saya asumsikan, Anda telah menunjuk diri Anda sendiri untuk menjadi manusia Indonesia yang progresif.

Taruhlah misalnya Anda orang yang relatif mapan tetapi sangat menyukai macam-macam ilmu pengetahuan, sehingga tertarik membaca tulisan ini, maka Anda akan bersama-sama dengan saya menjadi motivator bagi kemajuan anak bangsa, meskipun kita belum pernah berkenalan secara langsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun