Medan, Juni 2025 --- Era digital membuka banyak peluang usaha, dari menjual produk kerajinan tangan di TikTok Shop hingga menjadi konsultan bisnis berbasis AI. Tapi satu pertanyaan klasik kembali muncul. Apakah lebih baik menjadi solopreneur, atau justru lebih kuat jika bermitra? Pertanyaan ini tak sekadar soal preferensi gaya kerja. Ini menyangkut risiko, fleksibilitas, mentalitas, dan masa depan.
Solopreneur Bebas, Tapi Sendiri
Solopreneur adalah seseorang yang membangun dan mengelola bisnisnya seorang diri, tanpa partner tetap. Mereka populer di era gig economy sebagai kreator konten, penulis lepas, coach online, desainer, hingga dropshipper.Â
"Semua keputusan di tangan saya. Saya bisa gesit, fleksibel, dan tidak perlu berbagi hasil", ujar Nadya Safira, 24 tahun, solopreneur yang menjual alat tulis estetik di Instagram. Namun, Nadya juga mengakui bahwa kesepian, burnout, dan beban kerja tak terbagi sering menghantui.Â
"Saat bisnis macet atau ada krisis, saya nggak punya teman brainstorming. Kadang cuma bisa curhat ke Google."Â Sambungnya.
Bermitra Lebih Kuat, Tapi Butuh Komitmen
Di sisi lain, ada mereka yang memilih membangun usaha bersama mitra baik teman, saudara, atau rekan profesional. Keuntungan utamanya adalah berbagi beban dan memperluas perspektif.
"Kalau saya punya ide, partner saya bisa kasih kritik atau eksekusi teknisnya. Itu priceless," kata Rizky dan Tara, pasangan founder bisnis kopi literan berbasis langganan bulanan.
Namun, mereka juga tidak menutup mata terhadap risiko: