Mohon tunggu...
HIPOTESA
HIPOTESA Mohon Tunggu... Ilmuwan - Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA)

Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) Fakultas Ekonomi dan Manajeman (FEM) IPB Unversity

Selanjutnya

Tutup

Money

BPJS Kesehatan, Masih Sehatkah Engkau?

14 April 2019   21:51 Diperbarui: 14 April 2019   22:27 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah hadir sejak zaman kolonial Belanda dengan program bernama Jaminan pemeliharaan kesehatan. Lewat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 1968, Pemerintah membentuk Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) yang mengatur pemeliharaan kesehatan bagi pegawai Negara dan penerima pensiun beserta keluarganya. Perubahan kembali terjadi, BPDPK berubah status menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PERUM HUSADA BHAKTI (PHB), yang melayani jaminan kesehatan bagi PNS, pensiunan PNS, veteran, perintis kemerdekaan, dan anggota keluarganya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 dan 23 Tahun 1984.

Revolusi BPJS terus berlanjut, pada tahun 2011 pemerintah menetapkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), serta menunjuk PT Askes (Persero) sebagai penyelenggara program jaminan sosial di bidang kesehatan, sehingga PT Askes (Persero) berubah menjadi BPJS Kesehatan. BPJS resmi beroperasi pada Januari 2014 sebagai transformasi dari PT Askes (Persero).

Universal Health Coverage (UHC) merupakan tujuan dibentuknya BPJS. UHC merupakan sebuah sistem kesehatan yang memastikan setiap warga dalam populasi memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative bermutu dengan biaya terjangkau untuk memastikan seluruh penduduk Indonesia terlindungi oleh jaminan kesehatan yang komprehensif, adil, dan merata.

Pada 1 Januari 2014 saat peresmian BPJS, target kepesertaan BPJS mencapai 95 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk saat itu mencapai 261.590.794 juta jiwa, sedangkan peserta BPJS hanya mencapai 215.784.340 juta jiwa atau 82,49 persen. Masih ada 45.806.454 orang atau 17,51 persen yang tercatat belum menjadi anggota. Jumlah peserta BPJS Kesehatan terbesar merupakan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) yang dibiayai oleh anggaran APBN, yakni mencapai 92,27 juta jiwa atau sekitar 46,92 persen dari total. Peserta dari Pekerja Penerima Upah (PPU) swasta 27,92 juta jiwa dan Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) 27,65 juta jiwa.

Perjalanan BPJS sebagai asuransi jaminan kesehatan Indonesia bukan tanpa halangan, berbagai permasalahan dialami oleh BPJS Kesehatan dalam operasional kerjanya. Pertama, rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai alur dan birokrasi penggunaan asuransi BPJS Kesehatan. Hal tesebut diakibatkan karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat terutama dalam hal rujukan tingkat satu pelayanan kesehatan.

Kedua, Premi yang ditetapkan pada tiap kelas terlalu rendah. Menurut perhitungan aktuaria Dewan Jaminan Sosial Negara (DJSN) premi penerima bantuan iuran (PBI) idealnya Rp36.000 per bulan. Peserta bukan penerima upah (PBPU) untuk kelas I mencapai Rp 80 ribu, kelas II Rp63.000 dan kelas III Rp53.000 per bulan.

Ketiga, banyaknya tunggakan pembayaran premi dari peserta non PBI. Kondisi tersebut berimbas pada defisit anggaran BPJS. Defisit keuangan BPJS pada tahun 2014 sebesar Rp3.3 triliun. Keadaan tersebut naik pada 2015 menjadi Rp5.7 triliun. Defisit pada BPJS semakin parah pada 2016 sebesar Rp9.7 triliun. Pada 2017 tidak berbeda jauh sebesar Rp9.8 triliun. Pada 2018 mulai terjadi penurunan menjadi Rp8.02 triliun (Defisit Juli 2018 diambil dari dana cadangan APBN).

Keempat, sistem klaim dari rumah sakit yang menggunakan aplikasi Indonesia Case Base Groups (Ina-CBGs), membuka celah rumah sakit untuk melakukan kecurangan (fraud). Rumah sakit dapat mengklaim dana BPJS Kesehatan yang lebih besar dari sebenarnya.

Kelima, munculnya moral hazard. Salah satu contoh moral hazard yang muncul ialah rendahnya premi yang ditetapkan oleh pihak BPJS Kesehatan membuat masyarakat cenderung semakin sering menggunakan BPJS Kesehatan

Berbagai permasalahan yang terjadi pada BPJS memunculkan beberapa solusi yang dapat diterapkan untuk pemerintah, yaitu meningkatkan beban iuran bagi peserta BPJS Kesehatan non PBI; meningkatkan wawasan masyarakat mengenai alur birokrasi BPJS Kesehatan dengan memanfaatkan berbagai media, baik cetak maupun elektronik;  penetapan sanksi tegas terhadap peserta BPJS Kesehatan non PBI yang menunggak pembayaran premi; serta perbaikan sistem manajemen dan pengawasan untuk mengatasi moral hazard peserta BPJS Kesehatan dan kecurangan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit.

Salah satu negara yang menjadi acuan tata kelola asuransi kesehatan terbaik yaitu Swiss. Menurut majalah Forbes (2015), 99.5 persen warga Swiss memiliki asuransi kesehatan yang disubsidi oleh pemerintah bagi mereka yang tidak dapat mengakses asuransi kesehatan swasta. Studi Harvard mengidentifikasi bahwa pemerintah Swiss mengeluarkan dana 11.4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun