Mohon tunggu...
Hilmy Prilliadi
Hilmy Prilliadi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Prospektor, Thinker

Master student enrolled in Agricultural Economics Department of Atatürk Üniversitesi Turkey.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Darurat Pelecehan Seksual terhadap Anak: Perspektif Korban dan Hambatan Pengungkapan Kasus

23 Juli 2020   16:10 Diperbarui: 23 Juli 2020   16:17 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://indonesiaexpat.biz/

Pelecehan seksual terhadap anak yaitu keterlibatan anak sebagai korban dalam aktivitas seksual yang tidak dapat sepenuhnya dia pahami atau setujui (WHO, 2003). 

Pelecehan seksual menjadi risiko terhadap eksistensi dan perkembangan korban, di samping itu penelitian menyebutnya sebagai faktor utama yang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang cukup besar (Trickett, Noll, & Putnam, 2011; Felitti et al., 1998; Krug, Mercy, Dahlberg, & Zwi, 2002). 

Melalui tulisan ini, saya ingin kita memiliki kesadaran tentang darurat pelecehan seksual, berbagi pengetahuan baru tentang kondisi korban dan hambatan pengungkapan kasus pelecehan seksual dari perspektif, basis, dan dukungan hasil riset. 

Selain itu, kita juga harus membuka pikiran bahwa penyebab utama pelecehan seksual bukan karena korban bepergian sendiri, bukan karena pakaian korban, bukan sebab korban melintasi tempat sepi, bukan karena penggunaan make up, bukan pula jam pulang malam, korban pelecehan seksual bisa laki-laki maupun perempuan tanpa memandang pekerjaan pelaku, bisa terjadi di mana saja baik di sekolah, rumah, bahkan tempat ibadah, pelecehan mulai dari tindakan verbal (kata-kata yang diucapkan langsung) sampai dengan pelecehan dengan kontak fisik. 

Penelitian telah menunjukkan efek buruk yang luas dari pelecehan seksual pada perkembangan individu dan fungsi kehidupan, baik dari perspektif jangka pendek dan jangka panjang (Coles, Lee, Taft, Mazza, & Loxton, 2015; Hillberg, Hamilton-Giachritsis, & Dixon, 2011). 

Konsekuensinya diketahui bahkan lebih merusak ketika pelakunya adalah pengasuh utama (mis. orang tua, saudara, guru) dan orang dekat lainnya karena ini memiliki potensi secara ekstensif mengganggu perkembangan anak dan menghambat proses pengungkapan.

Pengalaman buruk di masa kanak-kanak sangat terkait dengan fungsi sosial yang lebih buruk di kemudian hari dan peningkatan risiko penyakit, kecacatan, masalah, dan kematian dini. Efek kumulatif telah diketahui ketika efek negatif meningkat sejalan dengan jumlah pengalaman pelecehan (Felitti et al., 1998; Larkin, Felitti, & Anda, 2014; Van Niel, Pachter, Wade, Felitti, & Stein, 2014). 

Investigasi efek psikologis menunjukkan bahwa pelecehan seksual dikaitkan dengan serangkaian gejala yang lebih luas daripada jenis pelecehan lainnya (mis. Pelecehan fisik) (Briere & Elliott, 2003). 

Korban pelecehan seksual memiliki risiko lima kali lebih tinggi untuk mengalami gejala gangguan stres pasca trauma (PTSD: Posttraumatic stress disorder) di masa dewasa (Dovran et al., 2015), dan memiliki peningkatan risiko untuk masalah terkait kepribadian, depresi, kecemasan, gejala disosiatif, dan PTSD (Briere & Elliott, 2003; Jonas et al., 2011)Perempuan juga memiliki peningkatan risiko viktimisasi atau biasa disebut victim blaming. 

Namun, kategorisasi dan perbandingan seperti itu dimodifikasi oleh pengetahuan bahwa pelecehan seksual dan jenis pelecehan lainnya selalu terjadi dalam konteks, dan di mana interaksi yang rumit antara kedua faktor intra dan interpersonal berefek pada individu (Easton, 2013).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun