Mohon tunggu...
Hilmy Prilliadi
Hilmy Prilliadi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Prospektor, Thinker

Master student enrolled in Agricultural Economics Department of Atatürk Üniversitesi Turkey.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Ketimpangan Penguasaan Lahan Sangat Krusial?

28 Juni 2020   20:10 Diperbarui: 16 Juli 2020   17:59 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://viacampesina.org/

Lahan secara historis memegang peran krusial bagi manusia dalam memperoleh pangan, rumah, matapencaharian, dan pengaruh. Saat ini orang di daerah pedesaan dan yang bergantung pada lahan untuk mata pencaharian mereka masih terus bertambah. 

Mereka yang hidupnya sangat bergantung pada lahan meyoritas dari kalangan kurang mampu, di mana tiga dari setiap empat orang hidup dalam garis kemiskinan dan tergantung pada kegiatan pertanian sebagai matapencaharian mereka (FAO, 2016). 

Di daerah-daerah di mana mayoritas orang bergantung pada pertanian untuk pangan dan mata pencaharian, akses yang adil terhadap lahan, terutama bagi perempuan, memiliki peran utama untuk dimainkan dalam pemberantasan kelaparan dan manfaat pembangunan lainnya. 

Ini bukan hanya tentang produksi pangan, tetapi juga penciptaan lapangan kerja di bidang pertanian dan pekerjaan non-pertanian, terutama dalam pengolahan pertanian tanaman pangan, yang dapat berkontribusi pada sektor pertanian yang berkembang, serta penggunaan lahan yang lebih beragam.

Lebih banyak lahan yang terdistribusi secara merata berkontribusi pada penciptaan masyarakat yang lebih setara yang mendorong pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan di atas fondasi yang lebih kuat. 

Deininger (2003) menunjukkan, berdasarkan analisis lintas negara, bahwa hanya dua dari 15 negara berkembang dengan distribusi lahan yang sangat tidak setara yang berhasil menumbuhkan ekonomi mereka lebih dari 2,5% selama periode 1960-1992. 

Sokoloff dan Engerman (2000) membandingkan evolusi Amerika Utara dan Amerika Selatan, di mana mereka menemukan bahwa ketimpangan parah dalam kepemilikan lahan adalah dasar dalam ketidaksetaraan politik yang berakibat pada terhalangnya investasi dalam peningkatan kualitas pendidikan. 

Galor, et al (2009) mengkonfirmasi dinamika yang sama dari studi tentang perkembangan pengeluaran untuk pendidikan, dibandingkan dengan tingkat ketimpangan lahan di seluruh negara bagian di AS. 

Kurangnya investasi dalam pendidikan di tempat-tempat dengan ketimpangan kepemilikan lahan yang tinggi menggagalkan pembentukan sumber daya manusia dan kelembagaan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ekonomi dalam industri dan penetapan demokrasi, akibatnya adalah kesenjangan pertumbuhan dan kemajuan jangka panjang antara negara-negara yang berinvestasi dalam pendidikan dan yang tidak. 

Pelajaran ini terus menjadi penting untuk memahami bagaimana ketimpangan lahan dapat membentuk prioritas dan kemajuan, begitu juga sangat penting bagi negara-negara yang berpaling dari ekonomi agraris saat ini.

Hak atas lahan yang terjamin dan terdistribusi secara merata telah disadari sangat bermanfaat bagi kemajuan sosial dan ekonomi, berkontribusi antara lain pada demokrasi, perdamaian, produktivitas, dan kesetaraan gender. 

Dampak positif yang lebih signifikan dapat dicapai ketika dikombinasikan dengan intervensi lain, seperti hubungan pasar lokal yang baik, layanan dukungan pertanian yang bekerja untuk keluarga petani, serta peningkatan layanan kesehatan dan pendidikan. 

Hal ini telah disepakati dalam kerangka kerja kebijakan internasional, misalnya, Sustainable Development Goals (SDGs), yang diadopsi pada tahun 2015, mencakup sejumlah target dan indikator spesifik ketimpangan kepemilikan lahan.

Perubahan dalam ekonomi global dan nasional membawa tekanan baru yang ditanggapi orang dengan cara yang berbeda dalam mengubah penggunaan lahan, strategi mata pencaharian dan gaya hidup di daerah pedesaan yang beberapa orang gambarkan sebagai "new rurality" (Miranda, 2014; Hecht, 2010). 

Sifat 'petani' dan makna 'agraris' bergeser seperti halnya hubungan dengan lahan, yang mengharuskan kita untuk mempertimbangkan kembali pedesaan, tetapi tidak berarti bahwa ketimpangan kepemilikan lahan kurang penting (Black, 2011).

Bagi banyak orang lahan terikat dengan aspek spiritual, budaya, dan identitas mereka. Beberapa berpendapat bahwa, daripada mengangap lahan sebagai komoditas untuk kita miliki, kita harus lebih memiliki paradigma yang melihat diri kita sebagai bagian dari lahan dan bertanggung jawab atas keasriannya. 

Apakah terkait langsung dengan lahan atau tidak, lahan sangat penting bagi kita semua, dan generasi masa depan, sebagai kebaikan bersama yang kita andalkan untuk hal-hal penting seperti udara dan air bersih, serta keanekaragaman hayati.

Referensi

Black, C. Maturing Australia through Australian aboriginal narrative law. South Atl. Q. 2011, 110, 347--362.

Deininger, K.W. Land Policies for Growth and Poverty Reduction; World Bank: Washington, DC, USA, 2003.

FAO. The State of Food and Agriculture: Climate Change, Agriculture and Food Security; Food and Agriculture Organization of the United Nations: Rome, Italy, 2016.

Galor, O.; Moav, O.; Vollrath, D. Inequality in landownership, the emergence of human-capital promoting institutions, and the great divergence. Rev. Econ. Stud. 2009, 76, 143--179.

Hebinck, P. De-/re-agrarianisation: Global perspectives. J. Rural. Stud. 2018, 61, 227--235.

Hecht, S. The new rurality: Globalization, peasants and the paradoxes of landscapes. Land Use Policy 2010, 27, 161--169.

Ramrez-Miranda, C. Critical reflections on the New Rurality and the rural territorial development approaches in Latin America. Agron. Colomb. 2014, 32, 122--129.

Sokoloff, K.L.; Engerman, S.L. Institutions, factor endowments, and paths of development in the new world. J. Econ. Perspect. 2000, 14, 217--232.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun