Mohon tunggu...
Hilmi Nadiyyul Kaffi
Hilmi Nadiyyul Kaffi Mohon Tunggu... Mahasiswa

hobbi menyanyi dan editing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesetaraan Gender dalam Pembangunan

12 November 2024   17:31 Diperbarui: 12 November 2024   17:36 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kesetaraan Gender merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Masalah ketimpangan gender hampir terjadi di semua negara, karena inilah kemudian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan Kesetaraan Gender sebagai salah satu dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Diskriminasi dan ketidaksetaraan berbasis gender masih terlihat jelas di banyak masyarakat yang berkembang, kesetaraan gender adalah prinsip hak asasi manusia, prasyarat untuk pembangunan berkelanjutan yang berpusat pada masyarakat dan merupakan tujuan itu sendiri, sehingga mencapai kesetaraan gender di berbagai level menjadi tujuan utama, dan menjadi perhatian dalam hal inisiatif pembangunan.

Secara umum dan sederhana, gender diartikan sebagai perbedaan fungsi dan peran sosial antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan oleh masyarakat. Perbedaan tersebut pada kenyataannya menimbulkan ketidakadilan terhadap kaum perempuan dalam kehidupan mereka baik di tingkat masyarakat maupun negara. Adapun Perspektif mutu modal manusia (human capital) menekankan bahwa keterlibatan perempuan di sektor publik merupakan tuntutan pembangunan dan tidak dapat dielakkan dalam proses modernisasi. Tanpa keterlibatan itu sulit bagi kaum perempuan untuk memperbaiki nasib. Dan salah satu tujuan yang harus dicapai dalam pembangunan berkelanjutan dan penting bagi terwujudnya hak asasi manusia. Kesetaraan gender bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang memberikan kesempatan, hak, dan kewajiban yang sama kepada perempuan dan laki-laki.

Istilah gender digunakan untuk menjelaskan antara laki-laki dan perempuan. Misalnya bahwa perempuan itu lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap sebagai orang yang kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan, Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang kemudian dikenal sebagai konsep gender.

Dalam konteks itulah jika negara kita mau membangun pemerintahan yang maju setidaknya memperhatikan masalah secara khusus yang berkaitan dengan kesetaraan gender. Dengan pendekatan ini pula setiap pelaksanaan program akan selalu menunjukkan bentuk kesetaraan, keadilan, demokratis dan transparasi yang dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja pemerintahan.

Dalam meningkatkan kesetaraan gender, Indonesia harus menghadapi banyak sekali tantangan. Masyarakat cenderung memandang perempuan sebagai masyarakat kelas dua, bahkan di lingkungan keluarga sekalipun. Anak laki-laki dipandang lebih baik dan membanggakan dibandingkan anak perempuan. Anak laki-laki lebih diberi kesempatan untuk bersekolah dan mengenyam pendidikan dibandingkan anak perempuan.

Faktor sosial budaya masyarakat dan orang tua yang cenderung menggunakan tenaga anak perempuan untuk membantu urusan rumah tangga sering berakibat pada rendahnya kinerja akademik bahkan putus sekolah. Oleh karena itu, Pemerintah harus mulai dengan membuat kebijakan yang mengutamakan gender dan pelibatan peran perempuan dalam pembangunan. Selama ini pemerintah menjamin kesamaan hak bagi seluruh warganegara di hadapan hukum, baik laki-laki maupun perempuan, masih banyak dijumpai materi dan budaya hukum yang diskriminatif terhadap perempuan dan tidak berkeadilan gender.

Ada beberapa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu serta mekanisme proses marginalisasi kaum perempuan karena perbedaan gender tersebut. Dari segi sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Gender berkaitan dengan konstruksi sosial terhadap perempuan . Masyarakat sering menganggap perempuan sebagai kelompok masyarakat lemah dan terbatas untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik atau rumah tangga. Sedangkan laki-laki sebagai makhluk yang superior dan bertugas untuk urusan-urusan non domestik.

Analisis gender tidak hanya melihat perbedaan peran dan kegiatan antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga melihat relasi mereka. Dari relasi ini akan nampak status perempuan dan laki-laki. Analisis ini tidak hanya menanyakan siapa dan bekerja apa, tetapi juga siapa yang mengambil keputusan apa, siapa yang mendapatkan manfaat, siapa yang menguasai sumber-sumber produksi, siapa yang mengontrol kehidupan, Pembagian kerja berdasarkan gender adalah semua konsep dan praktik pada masyarakat tertentu yang membagi peranan dan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin.

Adapun pembagian kerja ada 3, yakni :

  • Produksi, yaitu semua pekerjaan yang berkaitan dengan produksi barang dan jasa untuk mendapatkan penghasilan.
  • Reproduksi, yaitu pekerjaan yang berkaitan dengan perawatan dan pemeliharaan rumah tangga, ini lebih menunjuk dan lebih banyak dilakukan oleh perempuan.
  • Komunitas, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk aktivitas kemasyarakatan yang dalam pelaksanaannya dapat dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan.

Dalam rangka meminimalisir kesenjangan antara laki-laki dan perempuan serta untuk mengarusutamakan gender dalam pembangunan kesejahteraan sosial, jadi Perspektif gender menekankan perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan berakar pada ideologi gender. Ideologi gender ini bersumber dari konstruksi sosial masyarakat, bahwa secara biologis laki-laki dan perempuan itu berbeda, maka peran mereka juga harus berbeda. Perbedaan ini telah disosialisasikan sejak lahir dan akhirnya melahirkan ketidakadilan yang mengejahwantah dalam berbagai perilaku kehidupan bermasyarakat.

Perwujudan kesetaraan gender tersebut berlaku untuk semua bidang kehidupan, termasuk pendidikan. Setiap institusi pendidikan diharapkan mampu menunjukkan bukti nyata dukungan terhadap kesetaraan gender dalam mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Kesetaraan gender dianggap sebagai konsepmulti faktor yang didasarkan pada prinsip-prinsip normatif tertentu seperti anti-kemiskinan, anti- eksploitasi, dan kesetaraan pendapatan, dan lain-lain, Karena kesetaraan gender adalah prinsip hak asasi manusia, prasyarat untuk pembangunan berkelanjutan yang berpusat pada masyarakat.

Ketidaksetaraan gender di industri pariwisata pun juga terjadi, gender industri pariwisata sering kali memegang pekerjaan tingkat rendah, upah rendah, dan tidak tetap. Dan kebijakan yang diambil harus berfokus pada mewujudkan persamaan akses pendidikan yang bermutu dan berwawasan gender bagi semua anak laki-laki dan perempuan, pemberian kesempatan pendidikan gratis adalah langkah menurunkan tingkat buta huruf.

Karena kesetaraan gender adalah prinsip hak asasi manusia, prasyarat untuk pembangunan berkelanjutan yang berpusat pada masyarakat dan merupakan tujuan itu sendiri, sehingga mencapai kesetaraan gender di berbagai level menjadi tujuan utama, dan menjadi perhatian dalam hal inisiatif pembangunan. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan menyerukan secara langsung untuk mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan anak perempuan di semua bidang masyarakat, serta memerangi segala bentuk diskriminasi yang mereka hadapi, kegiatan politik terkait dengan partisipasi politik perempuan. Keterlibatan perempuan dalam kegiatan politik menjadi penting karena akan berkontribusi pada proses pembangunan berkelanjutan, sehingga meningkatkan kapasitas, kompetensi dan potensi masyarakat. Namun, suara dan kehadiran perempuan masih belum maksimal dari posisi kepemimpinan termasuk cabang eksekutif pemerintah dan parlemen di seluruh dunia.

                                            

tantangan dalam kepemimpinan perempuan dalam organisasi, partisipasi politik perempuan, pemberdayaan perempuan dan reproduksi kesehatan yang berdampak pada kesetaraan dalam kesempatan kerja. Sehingga mendorong partisipasi Perempuan dan anak perempuan agar mereka menikmati akses yang sama baik di bidang pendidikan, sumber daya ekonomi dan partisipasi politik, pengambilan keputusan di semua tingkatan sebagai prasyarat untuk tercapainya tujuan pembangunan yang berkelanjutan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun