MARAKNYA aksi saling serang antara sopir angkot dan pengemudi ojek online berujung pada pembatasan operasional kendaraan. Mulai 1 April 2017, jumlah transportasi online dibatasi. Bahkan tarifnya akan diatur pemerintah. Ini dikeluarkan pasca terjadinya mogok massal di wilayah Bogor serta aksi anarkis di sejumlah daerah yang membuat banyak korban berjatuhan.
Usai mogok massal, ribuan sopir angkot menggeruduk kantor balaikota. Massa menuntut Walikota Bogor Bima Arya menghentikan operasional angkutan online yang dianggap merugikan.
Di hadapan massa, Bima menyatakan akan membatasi jumlah transportasi online yang kerap membuat banyak sopir angkot gelisah. Bahkan, setiap kendaraan berbasis online juga akan dikenakan biaya pajak serta membayar Kir.
“Saya paham, sangat paham, ojek online ini membuat gelisah sopir angkot. Untuk itu mulai 1 April akan ada peraturan baru dari pemerintah pusat soal pembatasan driver online. Semua transportasi harus diperlakukan adil termasuk transportasi online,” ujar Bima.
Dalam aturan pembatasan yang berlaku pada 1 April mendatang, pihaknya juga akan menetapkan tarif resmi transporatsi online sesuai peraturan menteri (permen).
“Kita atur agar tidak terlalu mahal. Untuk roda dua, khusus di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi akan diatur Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Semua mulai dari tarif, kuota dan lain-lain akan diatur untuk roda dua,” sebutnya.
Sementara adanya keributan antara sopir angkot dan pengemudi ojek online, politisi Partai Amanat Nasional ini meminta ada moratorium transportasi online kepada pemerintah pusat dan perusahaan berbasis daring itu. Menurutnya, itu perlu dilakukan hingga keadaan kembali kondusif, mengingat banyaknya gesekan antara angkot dengan transportasi online.
“Saya mengusulkan kementerian agar tidak menyetujui aplikasi online roda dua yang baru. Jadi sekarang disetop dulu. Saya minta tidak mengeluarkan izin sebelum payung hukumnya jelas,” kata dia kepada awak media.
Namun, ia memastikan tidak akan melarang operasional ojek online yang saat ini sudah ada. Menurutnya, solusi terbaik saat ini adalah tidak menambah armada kendaraan berbasis daring hingga ada payung hukum yang jelas.
“Tidak, yang melarang bukan kita. Kita usulkan tidak ada izin baru. Kalau saya usulkan disetop dulu lah. Karena ini kondisinya tidak kondusif, (tunggu) sampai ada landasan hukum yang jelas,” tambah Bima.
Sementara itu, lantaran takut operasionalnya disetop pemerintah kota, sejumlah pengemudi ojek online mengerahkan massa untuk berkumpul di Lapangan Kresna. Mereka ingin memastikan informasi larangan ojek online.