Di areal pekuburan Belanda, jika dilihat dari kejauhan memang terdapat banyak makam, namun bukan hanya makam milik orang-orang Eropa, tapi sudah bercampur dengan makam penduduk lokal beragama Nasrani, seperti makam milik warga pendatang dari Sangir, Ambon maupun warga Thionghoa. Sehingga, jika kita berjalan meneliti satu persatu makam tersebut, hanya terdapat puluhan makam Belanda, selebihnya itu terlihat di pusara-pusara bertuliskan nama warga lokal.
Begitu pun juga makam milik warga Tionghoa lebih terawat, sementara makam Belanda mulai rusak, kata Udin Sabu (72) warga Kalumpang Ternate, yang rumahnya berdekatan dengan makam Belanda bahwa sebelum terjadi konflik horinzontal pada 1999 silam.
Walaupun sudah mendapat perhatian dari pemerintah kota Ternate, namun yang terlihat terawat dengan baik hanya makam milik warga Tionghoa, sehingga menurutnya, pemerintah harus membangun pagar keliling dan jadikan objek wisata sejarah, sehingga tetap terjaga dengan baik.
Sejarah benteng Oranje seperti ditulis pada situs ksmtour.com bahwa pada masa kolonial, benteng Oranje merupakan benteng pertama Belanda di Nusantara, yang dibangun pada 1607 oleh Gubernur Jenderal Belanda Matelief De Jonge.
Benteng Oranje, dulunya pernah menjadi pusat pemerintahan tertinggi Hindia Belanda, yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal VOC Pieter Both. Laurenz Real, Herarld Reyist dan J.C Cum. Benteng berdekatan dengan Pasar Rakyat Ternate itu, kondisi fisik bangunan yang masih berdiri kokoh sampai saat ini, bahkan sudah direvitalisasi oleh Pemerintah kota Ternate, sehingga terlihat makin menarik.