Mohon tunggu...
Hilma Nuraeni
Hilma Nuraeni Mohon Tunggu... Content Writer

INFP-T/INFJ Book, nature, classical music, and poem🍁 Me and my writing against the world 🌼

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kesetaraan Gender: Jangan-jangan Kamu yang Gak Paham, Bukan Kami yang Kelewat Drama

23 Juli 2025   12:30 Diperbarui: 23 Juli 2025   12:27 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto Kesetaraan Gender & Sumber: Pexel/Kaboompics.com)

Kesetaraan Gender: Jangan-jangan Kamu yang Gak Paham, Bukan Kami yang Kelewat Drama

Setiap kali perempuan mulai berbicara tentang pentingnya kesetaraan gender, yang dimaksud adalah akses pendidikan, perlindungan dari kekerasan seksual, penghapusan pernikahan anak, sampai kebebasan memilih peran sebagai ibu rumah tangga atau bukan, pasti akan muncul suara-suara lantang dari balik layar media sosial dengan komentar legendaris seperti, "Kalau setara, angkat galon sendiri dong!" atau, "Kalau pengen setara, jangan minta diprioritaskan di kendaraan umum!".

Sudah seperti hukum alam. Bicara hak, dijawab dengan tantangan fisik. Bicara perlindungan, dibalas dengan sarkasme ekonomi. Seolah-olah konsep "kesetaraan" itu berarti perempuan harus jadi laki-laki versi lain, kuat, keras, tahan banting, tahan lapar, tahan ngangkut semen.

Padahal, kesetaraan gender bukan tentang menyamakan otot. Tapi menyamakan otak. Bukan tentang siapa lebih berat mengangkat, tapi siapa lebih bijak memahami.

Ketika Perempuan Minta Perlindungan, Bukan Duel Tinju

Salah satu bentuk paling keliru dari respons terhadap isu kesetaraan adalah narasi bahwa perempuan mau bebas tapi gak mau disakiti. "Kalau setara, boleh kita pukul dong? Kan gak boleh lagi ada perlakuan khusus."

Tunggu dulu. Sejak kapan permintaan untuk dihargai jadi sinyal untuk dibentak atau dipukul?.

Perempuan yang menuntut kesetaraan gender tidak sedang berkata, "Perlakukan aku seperti laki-laki." Tapi, "Perlakukan aku sebagai manusia utuh." Tidak meminta duel fisik, tapi penghapusan budaya patriarki yang melegitimasi kekerasan, khususnya dalam rumah tangga dan lingkungan kerja.

Kesetaraan gender menghendaki dunia di mana tidak ada satupun manusia yang pantas dicubit apalagi ditampar hanya karena dia istri, anak perempuan, atau bukan kepala keluarga. Perempuan tidak ingin menang, perempuan hanya ingin aman.

Tapi entah mengapa, di kepala beberapa orang, tuntutan perlindungan berubah menjadi tantangan pertandingan. Padahal, tidak pernah ada kampanye "Ayo Perempuan Jadi Lebih Kuat dari Laki-Laki." Yang ada adalah "Stop Menormalkan Kekerasan karena Gender."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun