Diskusi yang cukup seru terjadi pada saat kelas Formasi Spiritual Pentakosta pada pertemuan ketiga (Rabu, 01 October 2025) dan pertemuan keempat (Kamis, 02 October 2025). Dosen kami, (Bapak Billy Steven Kaitjily, M. Th.) memaparkan materi mengenai Pentakosta, dimana didalamnya terdapat pembahasan terkait Karunia Roh Kudus (re: berbahasa Roh).
Pak Billy memaparkan bahwa pada bukti awal baptisan dalam Roh Kudus ditandai dengan seseorang bisa berbahasa roh, dan kemampuan berbahasa roh ini merupakan karunia yang diberikan oleh Tuhan.Â
Lalu muncul sebuah pertanyaan, bagaimana dengan seseorang yang "diajarkan" untuk berbahasa Roh? Apa yang menjadi pembeda antara seseorang yang mendapatkan karunia berbahasa roh dan diajarkan berbahasa roh?Â
Pertanyaaan tersebut membuat kami berdiskusi dengan ramai karena fenomena pengajaran berbahasa roh ini ternyata banyak terjadi. Berdasarkan pemaparan beberapa rekan di kelas, pada dasarnya kami setuju bahwa bahasa roh merupakan karunia. Hal ini menjadi dasar bahwa bahasa roh adalah pemberian dari Roh Kudus itu sendiri.Â
Sehingga, karena pada dasarnya ini adalah karunia, maka sejatinya, Roh Kudus itu sendiri yang akan memberikan pencurahan kepada individu untuk dapat berbahasa roh.
Lalu, muncul lagi pertanyaan, jadi apa tujuan kita berbahasa roh? Ternyata tujuannya adalah untuk membantu kita dalam melakukan rencana Tuhan yaitu menginjili dan menjadi pelaku Firman.
Bagi saya, seseorang yang belum diberikan karunia berbahasa roh, sebelum terlibat dalam diskusi ini, saya merasa cukup minder. Apalagi sekarang mengambil kelas Teologi dimana rekan-rekan satu kelas kebanyakan pelayan Tuhan, aktif di gereja, dan bahkan ada yang berprofefsi sebagai pendeta.Â
Setelah saya terlibat dalam diskusi tersebut, saya disadarkan dan diteguhkan oleh Pak Billy Steven Kaitjily bahwa tidak masalah apabila saat ini saya belum mendapat karunia berbahasa roh. Hal itu tidak membuat saya menjadi kurang berharga dimata Tuhan dan saya tetap akan diselamatkan oleh Tuhan.
Tentu, saya masih merindukan agar bisa berbahasa roh, tapi balik lagi, ketika nanti saya mendapatkan karunia tersebut, apa yang akan saya lakukan? Menyombongkan diri kah? Merasa diri paling suci kah?Â
Apakah sekiranya saya sudah bisa menjalankan amanat Tuhan lewat bahasa roh tersebut?
Jawaban atas pertanyaan tersebut juga dijawab pada saat diskusi yang terjadi pada pertemuan keempat kelas kami (02 October 2025). Kerinduan berbahasa roh itu baik dan tidak salah.
Tapi, dibandingkan fokus pada karunia berbahasa roh, kita - terutama saya - lebih baik fokus terlebih dahulu kepada buah-buah roh. Apakah sudah menjadi cerminan umat Kristiani yang baik? Sudahkan menjalani kehidupan selayaknya umat Kristen?Â
Sudahkah berdampak lewat buah-buah roh? Atau hingga sekarang masih hidup dalam kedagingan? Atau bahkan menjadi batu sandungan?
Intinya, dibandingkan saya mengejar berbahasa roh, lebih baik saya mengejar untuk berbuah roh sebanyak-banyaknya. Karena seperti yang sudah dipaparkan tadi, bahasa roh merupakan karunia, kalau Roh Kudus memang mau kasih, ya pasti diberikan.
Tapi kalau Roh Kudus memberikan karunia lain, ya tidak masalah juga kan? Karena kembali lagi, apa yang saya miliki seluruhnya, merupakan kepunyaan Tuhan. Tuhan mau tambahkan atau ambil, itu menjadi kehendak-Nya.Â
Hal yang paling penting adalah saya harus menjadi pelaku Firman, sehingga nama Tuhan bisa semakin dipermuliakan.
Pertemuan ketiga dan keempat dalam kelas Formasi Spiritual Pentakosta benar-benar membantu saya dalam melakukan instrospeksi diri lebih dalam lagi. Kelas ini bukan hanya memberikan materi, tapi juga memberkati saya dalam kehidupan sehari-hari.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI