Mohon tunggu...
Muhammad Hilal Haroki
Muhammad Hilal Haroki Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Live for today don't worry about tomorrow

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perbandingan Konsep Produksi antara Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam

6 April 2021   02:24 Diperbarui: 6 April 2021   02:40 4432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kata produksi dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa inggris yaitu "production" yang secara linguistic dapat diartikan penghasilan. 

Sedangkan secara umum produksi adalah menghasilkan, menciptakan, dan membuat. Ketersediaan bahan baku merupakan komponen utama dalam kegiatan produksi, jika tidak ada bahan maka tidak ada proses produksi yang berlangsung. 

Dalam melakukan kegiatan produksi diperlukan tenaga manusia, sumber daya alam, modal, dan keterampilan. Semua komponen tersebut merupakan faktor-faktor produksi.

Salah satu ekonom di dunia barat yang terkemuka adalah John Maynard Keynes, dalam tulisan ini pemikirannya menjadi representasi konsep produksi dalam perspektif konvensional. 

Menurut Keynes kegiatan produksi dan kepemilikan faktor-faktor produksi masih dapat dilimpahkan kepada pihak swasta, namun bukan berarti pemerintah lepas tanggung jawab dalam masalah perekonomian, pemerintah wajib mengatur kebijakan-kebijakan untuk mempengaruhi perekonomian. 

Contohnya, pemerintah berperan dalam stabilisasi perekonomian melalui kebijakan-kebijakan moneter, fiskal dan perdagangan untuk mengatur besarnya permintaan agregat sehingga dapat mempertahankan full employment dan menghindari inflasi maupun deflasi. Peranan pemerintah dalam stabilisasi perekonomian dibutuhkan jika terjadi gangguan dalam menstabilkan perekonomian, berikut gangguan yang dimaksud:

  • Lambannya pertumbuhan ekonomi
  • Tingginya pengangguran dan kemiskinan
  • Inflasi dan defisit anggaran
  • Melambungnya utang luar negeri


Menurut Keynes tujuan akhir dari suatu produksi adalah untuk memuaskan konsumen. Waktu yang telah dihabiskan, terkadang mengeluarkan biaya oleh produsen dan pembelian output oleh konsumen akhir. Sementara para pengusaha dan investor dituntut untuk membentuk ekspektasi kedepan yang berkaitan dengan kebutuhan konsumen yang akan dibayar ketika produsen siap memproduksi barang setelah melewati waktu yang tidak singkat. Hal tersebut diperlukan agar waktu yang digunakan dapat diimbangi oleh hasil output yang dikeluarkan.

Menurut Keynes kelebihan produksi secara umum bisa terjadi. Kelebihan produksi terjadi disebabkan karena permintaan masyarakat terhadap barangbarang dan jasa tidak cukup kuat. Permintaan yang ada tidak cukup untuk menyerap barang dan jasa yang ditawarkan.

Kemungkinan kekurangan produksi pada umumnya keputusan rumah-tangga untuk konsumsi cukup stabil. Jumlah konsumsi biasanya berubah (naik) jika pendapatan rumahtangga naik. Sedangkan keputusan perusahaan untuk investasi biasanya sukar diterka. Oleh karenanya, gejolak pengeluaran investasi inilah yang sangat menentukan gejolak GDP dan kesempatan kerja. 

Kondisi seperti ini dapat dihentikan jika ada keseimbangan antara permintaaan dan penawaran, serta memungkinan bagi pemerintah untuk andil dalam menggambarkan serta memperkirakan pengeluaran rumah tangga dan banyaknya investasi yang beredar di pasar barang, agar dapat dimanfaatkan untuk informasi tambahan bagi para pelaku bisnis dan investor. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kelebihan atau kekurangan produksi.

Keynes berpendapat bahwa produksi terjadi lewat peranan tiga unsur yang saling berhubungan yaitu sumber daya alam, modal, dan tenaga kerja. Sebagian ahli lain menambahkan unsur disiplin. 

Menurutnya tenaga kerja adalah layanan pribadi pengusaha dan asistennya yang merupakan satu satunya faktor produksi yang beroperasi dalam lingkungan teknik, sumber daya alam, peralatan modal, dan permintaan efektif yang diberikan. 

Kondisi ini menjelaskan pentingannya mengambil tenaga kerja sebagai unit fisik tunggal yang diperlukan sistem ekonomi, terlepas dari unit uang dan waktu. (Mochtar, 2019)

Kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi Islam adalah terkait dengan manusia dan eksistensinya dalam aktivitas ekonomi, produksi merupakan kegiatan menciptakan kekayaan dengan pemanfaatan sumber alam oleh manusia. Berproduksi lazim diartikan menciptakan nilai barang atau menambah nilai terhadap sesuatu produk, barang dan jasa yang diproduksi itu haruslah hanya yang dibolehkan dan menguntungkan (yakni halal dan baik) menurut Islam. Produksi tidak berarti hanya menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, melainkan yang dapat dilakukan oleh manusia adalah membuat barang-barang menjadi berguna yang dihasilkan dari beberapa aktivitas produksi, karena tidak ada seorang pun yang dapat menciptakan benda yang benar-benar baru. Membuat suatu barang menjadi berguna berarti memproduksi suatu barang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta memiliki daya jual yang yang tinggi.

Semua tujuan produksi dalam Islam pada dasarnya adalah untuk menciptakan maslahah yang optimum bagi manusia secara keseluruhan sehingga akan dicapai falh yang merupakan tujuan akhir dari kegiatan ekonomi sekaligus tujuan hidup manusia. Falh itu sendiri adalah kemuliaan hidup di dunia dan akhirat yang akan memberikan kebahagiaan hakiki bagi manusia. Dengan demikian, kegiatan produksi sangatlah memperhatikan kemuliaan dan harkat manusia yakni dengan mengangkat kualitas dan derajat hidup manusia. Kemuliaan harkat kemanusiaan harus mendapat perhatian besar dan utama dalam keseluruhan aktifitas produksi, karena segala aktivitas yang bertentangan dengan pemuliaan harkat kemanusiaan bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karenanya, kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi Islam terkait dengan manusia dan eksistensinya dalam aktivitas ekonomi. (Turmudi, 2017)

Prinsip produksi dalam Islam berarti menghasilkan sesuatu yang halal yang merupakan akumulasi dari semua proses produksi. Prinsip produksi dalam ekonomi Islam bertujuan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga kegiatan produksi harus dilandasi nilai-nilai Islam dan sesuai dengan maqashid al-syariah. Tidak memproduksi barang/jasa yang bertentangan dengan penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, prioritas produksi harus sesuai dengan prioritas kebutuhan yaitu dharuriyyat, hajyiyat dan tahsiniyat, kegiatan produksi harus memperhatikan aspek keadilan, sosial, zakat, sedekah, infak dan wakaf, mengelola sumber daya alam secara optimal, tidak boros, tidak berlebihan serta tidak merusak lingkungan, distribusi keuntungan yang adil antara pemilik dan pengelola, manajemen dan karyawan.

Dalam hubungannya antara perusahaan dengan tenaga kerja sebagai kompensasi atau imbalan atas jasa kerja yang diberikannya dalam proses memproduksi barang atau jasa maka diberlakukan upah sebagai bentuk imbalan dan insentif hasil kerja. Sistem pengupahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi sistem upah waktu, sistem prestasi (potongan) atau satuan produk, sistem upah borongan, sistem upah bonus. Islam memberikan pandangan untuk selalu memberitahutkan sistem serta besaran upah yang akan diberikan kepada setiap tenaga kerja, bahkan Islam mengharuskan perusahaan untuk tidak menunda-nunda pembayaran upah tersebut. (Padli, 2019)

Sumber:

Mochtar, S. (2019). Studi Komparasi Pemikiran John Maynard Keynes Dan Yusuf Qardhawi Tentang Produksi . Li Falah, 274-288.

Padli, Z. d. (2019). Konsep Produksi Menurut Tan Malaka Ditinjau dari Perspektif Ekonomi Islam. Jurnal Sosial dan Ilmu Ekonomi , 143 - 153.

Turmudi, M. (2017). PRODUKSI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM . Islamadina, 37-56.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun