Mohon tunggu...
Hidayatullah
Hidayatullah Mohon Tunggu... Pengacara - Hidayatullahreform

Praktisi Hukum/Alumni Fakultas Hukum UHO

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fenomena Etika Menyimpang Perilaku Pejabat Publik

24 Februari 2021   12:15 Diperbarui: 24 Februari 2021   12:19 2397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejumlah kasus baik pidana maupun etika prilaku yang tidak pantas selama ini banyak sekali menimpa pejabat publik kita yang berada di ranah pengelolaan penyelenggara negara. Bahkan jabatan publik yang memiliki lembaga pengawasan etik hampir setiap hari menerima aduan sejumlah laporan pelanggaran etika dan prilaku pejabat publik.

Apa sebenarnya yang mendorong pejabat publik kita kurang memiliki kesadaran etis dan berprilaku menyimpang dari amanah dan tugas yang diberikan oleh negara kepadanya ? Padahal sejumlah aturan perundangan bahkan pedoman etika dan berprilaku sudah tertulis sebagai panduan dalam menjalankan tupoksi mereka.

Begitu banyak contoh pejabat publik tidak mengerti bagaimana harus bertingkah laku yang layak dalam posisinya sebagai pejabat publik, atau sebenarnya mereka tidak siap dan tidak kompoten menjadi pejabat publik. Seharusnya jabatan tersebut ditolaknya kalau tidak mampu mengemban amanah didalamnya.

Menjadi pimpinan atau pemimpin di instansi/lembaga pemyelenggara negara dari unit terbawah sampai paling teratas (top leader) yang tugasnya melayani publik maka masuk dalam komponen pejabat publik. 

Ketika dikategorikan sebagai pejabat publik maka dituntut untuk memiliki kesadaran etis bahwa dia sedang mengemban sebuah amanat publik yang amat mulia, dan prilakunya pun harus jelas untuk hidup sesuai dengan peranannya dan pedomanan yang menuntunnya.

Standar Umum Etika Pejabat Publik
Ketika menjadi pejabat publik maka ada pedoman standar yang mengikatnya baik tertuang dalam pedoman lembaga penegak etik, maupun yang berlaku umum dalam nilai sosial yang hidup di masyarakat itu sendiri. 

Nilai dalam masyarakat ini biasanya dari berbagai sumber nilai agama, adat dan prilaku kolektif lainnya. Nilai-nilai itu biasanya terbagi dua bagian yakni baik dan buruk. Sehingga menjadi tafsir sosial kolektif yang terus hidup dan berkembang tidak dilekang jaman yang selalu mengikat menyertai individu berprilaku.

Kenapa seperti itu ? Karena pejabat publik dituntut menjadi patron kolektif yang musti menjadi teladan bagi semua, dan mampu memelihara kepercayaan publik (public trust) agar jabatan yang di pikul dapat berjalan efektif. Termaksud efektif dan efisien mengelola uang rakyat sebagai dana publik. Ini juga bagian dari konsekuensi demokrasi itu sendiri.

Maka kalau dirangkum dari semua pedoman-pedoman standar etika prilaku pejabat publik dilembaga negara yang memiliki lembaga penegakkan etik secara umum merangkum standar etika dan pedoman berprilaku yang mencakupi hal-hal sebagai berikut;

- Patuh pada ajaran agama.
- Patuh pada sumpah/janji.
- Patuh pada peraturan perundang-undangan.
- Prilaku sebaga patron bawahan dan masyarakat.
- Selalu bersikap atau berkata jujur.
- Berwatak sebagai pelayan dan penerang masyarakat.
- Bersikap sebagai integrator sosial.

Oleh sebab itu, pejabat publik harus bebas dari penyimpangan dan penyalahgunaan jabatan agar menjadi teladan baik kepada bawahan maupun masyrakat. Sehingga pelayanan publik terutama penguatan pranata-pranata sosial dapat dibentuk dan diperkuat dengan baik karena berangkat dari kepercayaan publik yang baik dari pejabat dan sistem kelembagaan yang bekerja. Dalam konteks inilah integritas penyelenggara negara menjadi sangat penting dan tetap harus dijaga.

Fenomena yang Menyimpang
Di masyarakat kita yang paling umum terus saja menjadi perbincangan bahkan sudah menjadi pergunjingan publik masalah etika dan prilaku pejabat publik soal-soal menyangkut konflik kepentingan. Terlalu banyak contoh pejabat publik kita mencampur adukan tugas pelayanan masyarakat dengan kepentingan pribadi, kelompok dan golongannya.

Sikap dan prilaku tidak beretika diatas dalam menjalankan tugas penyelenggaraan negara baik tugas pokok maupun keteladanan menjadi tergerus mempengaruhi muruah lembaga dan jabatan yang diemban. Padahal pedomankerja yang profesional, akuntabel dan transparan sudah tertulis dan terukur guna mencegah penyimpangan disemua lembaga penyelenggara negara kita.

Memang menjadi pemimpin atau sebutan pimpinan sebagai atasan dalam sebuah instansi/lembaga dalam penyelenggara negara bukanlah hal yang mudah.

Namun, karena jabatan publik yang diemban dapat membawa keuntungan, terutama keuntungan pribadi dan golongan, maka banyak orang yang berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Banyak yang bertugas dan bertindak diluar kompetensi tupoksinya yang tidak mempertimbangkan dari efek yang ditimbulkan yang menyuburkan prilaku korupsi, kolusi dan nepotisme.

Banyak pengemban jabatan negara maupun jabatan publik lainnya tidak menyadari bahwa prilaku yang bertindak menyimpang akan berdampak pada konflik kepentingan yang akan selalu menjadi faktor gangguan (noise) yang menjadi publik opini. Kemudian menjadi distrust publik terhadap lembaga-lembaga negara saat ini. Fungsi kepemimpinan menjadi perdagangan menjual pengaruh atas nama jabatan atau lazim disebut trading in Influence.

Mendapatkan pemimpin teladan saat ini seperti mencari jarum dalam sekam.

Mereka sebenarnya ada disemua tempat dan level kelembagaan dan hidup di masyarakat meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak. Tapi dari catatan sejarah bangsa kita banyak contoh pemimpin dan pejabat penyelenggara negara tertulis dalam tinta emas keteladanan kepemimpinan. Banyak yang jujur dari mereka dan biasanya kehidupan mereka cukup sederhana. Itulah barang yang cukup langka di zaman sekarang ini.

Negera mencari mereka pemimpin dan pejabat teladan walau kita hidup di zaman dimana orang jujur dikhianati dan orang khianat dipercayai. Tapi penulis yakin pemimpin baik dan jujur selalu tidak takut dengan kehancuran yang menimpanya karena yang ditinggalkan adalah legacy ketauladanan untuk contoh generasi selanjutnya.

Sekian.

Bumi Anoa, 24/02/2021
Penulis; Praktisi Hukum/Ketua Presidium JaDI Sultra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun