Mohon tunggu...
Tatang  Hidayat
Tatang Hidayat Mohon Tunggu... Dosen - Pegiat Student Rihlah Indonesia

Tatang Hidayat, bergiat di Student Rihlah Indonesia. Ia mulai menulis sejak SD, ketika masa SMK ia diamanahi menjadi pimpinan redaksi buletin yang ada di sekolahnya. Sejak masuk kuliah, ia mulai serius mendalami dunia tulis menulis. Beberapa tulisannya di muat diberbagai jurnal terakreditasi dan terindeks internasional, buku, media cetak maupun online. Ia telah menerbitkan buku solo, buku antologi dan bertindak sebagai editor buku dan Handling Editor Islamic Research: The International Journal of Islamic Civilization Studies. Selain menulis, ia aktif melakukan jelajah heritage ke daerah-daerah di Indonesia, saat ini ia telah mengunjungi sekurang-kurangnya 120 kab/kota di Indonesia. Di sisi lain, ia pun telah melakukan jelajah heritage ke Singapura, Malaysia dan Thailand. Penulis bisa di hubungi melalui E-mail tatangmushabhidayat31@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jejak Buya Hamka di Penjara Sukabumi

24 April 2021   14:32 Diperbarui: 24 April 2021   14:34 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi

Satu kali pernah dikatakan satu ucapan yang belum pernah saya dengar selama hidup.

"Saudara pengkhianat, menjual negara kepada Malaysia!"

Kelam pandangan mendengar ucapan itu. Berat!

Ayah saya adalah seorang alim besar. Dari kecil saya dimanjakan oleh masyarakat, sebab saya anak orang alim ! Sebab itu, ucapan terhadap diri saya di waktu kecil adalah ucapan kasih.

Pada usia 16 tahun saya diangkat menjadi Datuk menurut adat gelar pusaka saya ialah Datuk Indomo.

Sebab itu, sejak usia 12 tahun saya pun dihormati secara adat. Lantaran itu sangat jaranglah orang mengucapkan kata-kata kasar di hadapan saya.

Kemudian saya pun berangsung dewasa. Saya campuri banyak sedikitnya perjuangan menegakkan masyarakat bangsa, dari segi agama, dari segi karang-mengarang, dari segi pergerakan Islam, Muhammadiyah, dan lain-lain. Pada tahun 1959 al-Azhar University memberi saya gelar Doctor Honoris Causa, karena saya dianggap salah seorang Ulama Terbesar di Indonesia.

Sekarang terdengar saja ucapan, "Saudara pengkhianat, menjual negara kepada Malaysia."

Gemetar tubuh saya menahan marah, kecil polisi yang memeriksa dan mengucapkan kata-kata itu saya pandangi, dan pistol ada dipinggangnya.

Memang kemarahan saya itulah rupanya yang sengaja dibangkitkannya. Kalau saya melompat kepadanya dan menerkamnya, tentu sebutir peluru saja sudah dalam merobek dada saya. Dan besoknya tentu sudah dapat disiarkan berita di surat-surat kabar: "Hamka lari dari tahanan, lalu dikejar, tertembak mati!"

Syukur Alhamdulillah kemarahan itu dapat saya tekan, dan saya insaf dengan siapa saya berhadapan. Saya yang tadinya sudah mulai hendak berdiri terduduk kembali dan meloncatlah tangis saya sambil meratap, "Janganlah saya disiksa seperti itu. Bikinkan sajalah satu pengakuan bagaimana baiknya, akan saya tandatangani. Tetapi kata-kata demikian janganlah saudara ulangi lagi!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun