Mengenai Sosok Kiai Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam UPI
Oleh : Tatang Hidayat*)
Awalnya saya ragu untuk menuliskan tentang ini, bagaimana tidak, saya akan menuliskan tentang seseorang yang mana jika dituangkan dalam tulisan, tentunya tidak akan mewakili akan keagungan seseorang tersebut, apalagi ditulis oleh seseorang yang baru belajar menulis.
Saat saya baru lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jurusan Teknik Penyempurnaan Tekstil dan belum mengetahui tentang program studi yang saya ambil, maka tidak heran saat pertama masuk kuliah tentunya saya merasakan ada suasana yang berbeda saat proses pembelajaran. Awalnya biasa berurusan dengan mesin, kain, desain dan zat kimia, sekarang harus berurusan dengan kitab-kitab dan buku-buku tentang agama.
Saya berani memutuskan untuk masuk Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam Universitas Pendidikan Indonesia (IPAI UPI) padahal hanya lulusan SMK, bukan lulusan pesantren, Madrasah Aliyah (MA) ataupun Sekolah Menengah Atas (SMA). Tentunya, orang akan berfikir dan menganggap apakah saya salah jurusan ?
Memang, IPAI UPI sebenarnya bukan pilihan pertama saya dalam melanjutkan studi setelah jenjang SMK. Pilihan pertama saya adalah Pendidikan Bahasa Arab UPI, pilihan kedua Bahasa Arab Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, dan ketiga baru Prodi IPAI UPI.
Namun, setelah saya jalani beberapa tahun kuliah di prodi ini, baru saya merasakan kebanggaan tersendiri bisa menjadi bagian dari keluarga besar Prodi IPAI UPI. Itu semua tidak terlepas dari peran para dosen yang tidak pernah lelah untuk mendidik mahasiswanya dengan penuh ketulusan. Tak terkecuali dengan salah seorang dosen yang sangat saya hormati yakni Bapak Dr. H. Aam Abdussalam, M. Pd..
Mengapa dikatakan sangat saya menghormati beliau ? Apakah dosen yang lain tidak saya hormati ? Tentunya bukan seperti itu kesimpulannya, karena semua dosen sama saya hormati, tetapi dalam diri beliau ada ciri khas kewibawaan yang tentunya setiap para dosen pasti memiliki ciri khas masing-masing, salah satunya ciri khas yang ada dalam diri beliau adalah memiliki karisma yang berwibawa bagaikan Kiainya Prodi IPAI UPI.
Semua itu tentunya tidak muncul dengan sendirinya, tetapi itu diawali pertama kali saat saya kuliah bersama beliau, yakni mata kuliah tafsir. Ketika beliau menjelaskan, tentunya para mahasiswa akan diam terkagum dengan gaya penyampaian yang khas, diiringi dengan intonasi yang baik, pengucapan bahasa arab yang fasih, dan mimik wajah yang pas saat menjelaskan tafsir al-Quran seolah melengkapi keagungan ayat-ayat Allah SWT yang disampaikan oleh beliau sebagai ahlinya.
Untuk bisa menjelaskan ayat-ayat al-Quran seperti beliau tentunya tidak bisa didapatkan dengan cara yang mudah, dapat dipastikan memerlukan latihan dan keistiqomahan belajar dalam mempelajari kitab Allah SWT tersebut. Kefasihan beliau dalam mengucapkan bahasa Arab tentunya tidak didapatkan dengan mudah, tetapi perlu latihan dan belajar bersunguh-sungguh untuk mendapatkannya, dan benar saja ternyata kefasihan beliau dalam mengucapkan bahasa arab tidak terlepas dari status beliau sebagai seorang santri. Saat penulis membaca disertasi beliau, ternyata beliau adalah seorang santri yang sangat ta'dhim kepada gurunya.
Tercantum dalam disertasi tersebut beliau memasukan kisah bagaimana ikhlasnya guru beliau mengajar meskipun dalam keadaan sakit, bagaimana tidak, sebelum ta'lim ternyata beliau yang menjemput gurunya dan didapati ternyata guru beliau sedang sakit. Namun sakit yang dialami guru beliau tidak menjadi alasan untuk tidak mendidik para santrinya, sehingga dari kisah tersebut penulis pun sempat terhenti dan merenung dalam membaca disertasi beliau, membayangkan bagaimana luar biasanya perjuangan guru dalam mendidik murid-muridnya.