Mohon tunggu...
Hidayat Harsudi
Hidayat Harsudi Mohon Tunggu... Akuntan - The Accountant

Tinggal di Kota Makassar - Auditor, Pemain Musik, dan Penikmat Film

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

"Kembaliannya Permen Aja, Ya"

17 September 2018   21:23 Diperbarui: 17 September 2018   22:01 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : boydestrocandy.com

Bagi anak kecil, permen adalah cemilan dari surga. Sementara bagi emaknya, permen merupakan iblis dari neraka. Pandangan yang saling bertentangan ini kerap menciptakan konflik. Permen adalah makanan yang banyak mengandung gula sehingga rasanya cukup manis untuk membuat anak kecanduan. Bagi emak kecanduan ini adalah musibah. Konsumsi permen yang berlebihan dapat membuat kerusakan gigi anaknya.

Sebagai penguasa di rumah,emak tentu membuat regulasi untuk mengurangi konsumsi permen ini. Ia memiliki kebijakan kuota dan larangan impor untuk mengurangi konsumsi permen. 

Di waktu-waktu yang sulit. kedua kebijakan ini kadang kurang efektif karena adanya permen illegal. Permen illegal kadang  masuk melalui beberapa pemasok tidak resmi seperti teman si anak atau keluarga si emak yang kebetulan bawa beberapa permen.

Seperti rokok yang dengan mudahnya bisa dibeli anak SMP di warung-warung, permen juga sangat mudah dibeli anak kecil. Bahkan terkadang permen menjadi uang kembalian saat si anak membeli roti. Anak yang tadinya tidak punya niat makan permen akhirnya tergoda juga untuk memakannya. Warung-warung adalah alasan proteksi dari emak tidak efektif.

Alasan inilah yang sekiranya cukup bisa membuat barisan emak-emak militan terusik dan melakukan aksi "Menolak kembalian permen". Tidak hanya membuat kebijakan emak-emak untuk  mengurangi konsumsi permen gagal, kembalian permen juga sangat tidak adil bagi emak-emak. Kembalian permen hanya bisa diterima tapi tidak bisa dibelanjakan. Emak-emak tidak bisa menukarkan kembalian permen dengan masaki ataupun royki.

Untuk itu barisan emak-emak militan harus menuntut warung-warung agar tidak lagi menggunakan permen sebagai alat tukar dengan alasan:

Pertama, Permen tidak disepakati atau diterima oleh umum. Alat tukar yang baik adalah alat tukar yang diinginkan oleh semua orang dan dapat ditukar dengan barang ataupun jasa. Permen boleh saja diinginkan anak kecil dan digunakan untuk bertransaksi jual beli mainan dengan sesamanya. Tapi, emak-emak tidak bisa gunakan permen untuk ditukar dengan tempe.

Kedua, Nilai permen berubah-ubah. Masih ingat saat kita punya uang lima ratus rupiah di tahun 2008? Dengan lima ratus rupiah kita bisa dapat lima buah permen kopiki. Tapi sekarang cuma bisa dapat dua atau maksimal tiga. Itu artinya nilai permen berubah-berubah dan terus tergerus. 

Bayangkan kalau hari ini kita punya 1.000.000 permen disimpan di lemari dan bisa digunakan untuk membeli motor Ninja baru tapi kita simpan sampai tahun 2028. Di tahun itu kemungkinan kita hanya bisa dapatkan motor Supra itupun juga sudah bekas.

Terakhir, Permen tidak tahan lama atau mudah rusak. Bayangkan menyimpan permen di rumah sampai berpuluh-puluh tahun. Permen akan rusak atau bahkan sudah hilang karena dibawa semut merah. 

Itu adalah tanda permen tidak tahan lama dan sangat mudah rusak. sebagai alat tukar, permen harus tahan kerusakan akibat cuaca, iklim, bencana alam, bahkan pemangsa. Ketika tidak bisa mengatasi masalah tersebut, permen sudah tidak layak dijadikan alat tukar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun