Mohon tunggu...
HEZALIA BARRU
HEZALIA BARRU Mohon Tunggu... Penari

Saya suka menari

Selanjutnya

Tutup

Seni

Ruang Tunggu: Menjadi Netra Sejenak, Menyaksikan Teater Tanpa Cahaya

19 Oktober 2025   23:30 Diperbarui: 20 Oktober 2025   11:45 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dewan Kesenian Malang

Malang --- Teater Braile kembali menghadirkan karya eksperimentalnya dalam pementasan bertajuk "Ruang Tunggu", Senin (13/10/2025) pukul 19.00 WIB di Gedung Dewan Kesenian Malang. Karya ini bukan sekadar pertunjukan teater, melainkan sebuah pengalaman inderawi yang mengajak penonton menjadi "netra sejenak" --- merasakan dunia sebagaimana dirasakan oleh para penyandang tunanetra.

Berbeda dari panggung teater konvensional, Ruang Tunggu disajikan dalam gelap total. Penonton digiring untuk berbaris, saling memegang pundak, menutup mata, dan perlahan masuk ke dalam ruangan tanpa cahaya. Di dalamnya, tidak ada tata panggung mewah, tidak ada tata cahaya artistik, tidak ada visual yang menonjol. Hanya suara, perasaan, dan imajinasi yang menuntun mereka mendalami alur cerita. 

Ruang Tunggu mengisahkan perjalanan batin seorang pria muda yang hidup dalam dunia yang serba tidak jelas dan dipenuhi ketidakpastian. Dalam perjalanan itu, ia berhadapan dengan berbagai bentuk penolakan, pengasingan, dan perlakuan tidak pantas yang membuatnya merasa terpinggirkan. Pertemuan-pertemuan tak terduga dengan seorang wanita dan sosok kakek bijak menjadi titik balik. Melalui dialog dan renungan, perlahan ia belajar memahami dirinya sendiri, menyadari keberadaannya, dan menerima bahwa dunia ini juga punya ruang untuknya. Cerita ini bukan sekadar kisah personal, tetapi refleksi tentang kebermaknaan, penerimaan, dan perjuangan untuk merasa "ada."

Eksperimen ini lahir dari pengalaman nyata para aktor tunanetra yang selama ini kesulitan bermain di panggung teater konvensional: menabrak properti, membelakangi penonton, atau merasa cemas saat tampil. Teater Braile kemudian mencari bentuk yang lebih sesuai dengan pengalaman tubuh mereka, bukan sekadar meniru format teater umum. Konsep gelap total ini menjadi jalan tengah: bukan kelemahan, tapi kekuatan artistik.

Dari sisi dramaturgi, Ruang Tunggu sukses memanfaatkan keheningan dan suara sebagai elemen utama. Ketegangan dan emosi dibangun dari dialog dan bunyi-bunyian di sekitar ruang gelap, memaksa penonton membangun sendiri panggung di dalam kepala mereka. Namun, di sisi teknis, masih terdapat kelemahan yang cukup mengganggu: suara moderator beberapa kali bertumpuk dengan suara aktor, sehingga beberapa dialog menjadi sulit terdengar secara jelas. Hal ini berpotensi mengurangi kekuatan imersif yang sudah terbangun.

Foto diskusi setelah penampilan (Sumber : Hasil foto pribadi)
Foto diskusi setelah penampilan (Sumber : Hasil foto pribadi)

Meski demikian, kesan yang ditinggalkan tetap kuat. Salah satu penonton, Sabita Fadhillah, menyampaikan pengalamannya seusai pertunjukan, "Saya udah beberapa kali nonton teater karena memang suka, tapi nggak berekspektasi kalau diajak ke ruangan gelap. Tapi setelah nonton, saya dapat kesan yang memorable banget, gokil banget penampilan mereka."

Secara keseluruhan, Ruang Tunggu bukan sekadar pementasan, melainkan ajakan untuk memahami dan merasakan dunia dari sudut pandang teman-teman tunanetra. Melalui pengalaman gelap total, penonton diajak untuk mengerti bagaimana rasanya hidup tanpa visual, sekaligus menyadari pentingnya kehadiran dan empati.

Pesan yang ingin disampaikan sederhana namun bermakna dalam: ketika kita bertemu dengan teman netra di mana pun, ulurkanlah tangan, bantu mereka, dan perlakukan mereka sebagaimana kita ingin diperlakukan. Mereka ingin dianggap, dihargai, dan diperlakukan setara seperti manusia pada umumnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun