Mohon tunggu...
hestynur safitriana
hestynur safitriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

KKN RDR UIN Walisongo Kebumen

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Artikel tentang Budaya

29 November 2021   01:10 Diperbarui: 29 November 2021   01:26 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kepala kerbau tersebut memiliki makna tersendiri bagi para nelayan di Tanggulangin, entah itu untuk penolakan roh-roh jahat atau semacam nya tetapi mereka menggunakan kepala kerbau untuk ditumbalkan dan juga berupa hasil bumi seperti sayur dan buah. 

Mereka percaya jika ini kemauan hantu penunggu laut disitu, hantu atau roh disitu mau balasan budi para nelayan adalah kepala kerbau dan hasil bumi, entah apa maksud nya jika dalam tradisi sedakah laut ini tumbal yang mereka sediakan kepala kerbau, dan nanti nya kepala kerbau ini diiringi dengan ancak (replica rumah adat Tegal) dan nanti nya nanti akan ditenggelamkan. 

Paguyuban nelayan di Kota Tegal ada nya tradisi ini memiliki makna tersendiri bagi para anggota paguyuban, bukan hanya sebagai ajang budaya, tradisi sedekah laut mungkin bagi para paguyuban memiliki arti lebih, pasal nya jika ada tradisi ini, para paguyuban nelayan mempersiapkan segala hal dimulai dari persiapan sesajen, penginapan hingga kelengkapan lain untuk melaksanakan tradisi sedekah laut tersesebut

Upacara sedekah laut menjadi suatu tradisi yang melekat kuat pada masyarakat Kebumen yang selalu diadakan oleh nelayan dan menjadi daya tarik untuk dijadikan sebagai pertunjukan wisata budaya untuk melestarikan budaya bangsa. penyelenggaraan upacara Sedekah Laut mengalami perubahan dari waktu ke waktu karena pengaruh perkembangan zaman. 

Namun, perubahan tersebut hanya terjadi dari segi teknik pelaksanaannya saja, sedangkan unsur tradisi dan ritualnya masih sama dan tetap dilaksanakan secara sakral. 

Namun secara khusus sebenarnya sedekah laut dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat hasil nelayan kepada Penguasa Pantai Selatan, tetapi kemudian kesadaran menumbuhkan praktek rasa bersyukur melalui doa kepada Tuhan Yang Maha Esa mulai dilakukan. 

Pada mulanya tidak ada pengajian atau tahlilan, hanya ada panggung pertunjukkan wayang, kuda lumping dan tradisi lain dari kepercayaan sebelumnya dan biasanya sebelum melakukan pelarungan hasil-hasil bumi, seperti kepala kerbau dan ada juga kepala kambing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun