Mohon tunggu...
hesty kusumaningrum
hesty kusumaningrum Mohon Tunggu... Human Resources - swasta

seorang yang sangat menyukai film

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agama Bukan Alat Pemuas Perilaku Manusia

12 Desember 2020   08:48 Diperbarui: 12 Desember 2020   08:52 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan-bulan terakhir tahun ini, kita sebagai bangsa Indonesia mengalami  kejadian menyangkut soal terorisme. Kejadian di desa Lemba Tongoa Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah pada akhir bulan November lalu terjadi pembunuhan satu keluarga yang terdiri dari empat orang dan pembakaran enam rumah di wilayah itu. Kejadian itu sangat mengejutkan mengingat beberapa lama kita tidak menumui kejadian yang bernafaskan terorisme. Beberapa penduduk yang dekat dengan tempat kejadian bahkan sempat mengungsi.

Belakangan diketahui bahwa pelaku pembakaran dan pembunuhan itu adalah kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso pimpinan Ali Kalora. Seperti diketahui MIT adalah kelompok militant Islam yang beroperasi di wilayah pegunungan kabupaten Poso yang berbatasan dengan kabupaten Parigi Moutong Sulteng. Ali Kalora adalah pemimpin yang diangkat setelah kematian Santoso. Kelompok ini adalah kelompok terorisme yang menyatakan sumpah setia kepada Negara Islam Irak dan Syam.

Meski beranggotakan sedikit orang, namun mereka bersenjata dan sering menimbulkan korban jiwa. Kelompok ini tercatat juga pernah terlibat bentrokan dengan kelompok Muslim dan Kristen di Maluku sejak tahun 1999-2002 yang lalu.

Sering sekali kelompok-kelompok terorisme menggunakan agama sebagai pembenar sikap dan tindakan buas mereka. Kita bisa melihat beberapa aksi bom bunuh diri di Jakarta , Solo dan beberapa tempat lainnya. Yang mungkin tak terlupakan adalah bom bali yang terjadi dua kali yaitu pada tahun 2002 dan 2005. Kejadian itu menimbulkan ratusan korban jiwa yang mayoritas adalah para wisatawan asing dan sebagian adalah warga lokal.

Para pelaku bom Bali menganggap bahwa para wisatawan punya keyakinan (agama ) berbeda dengan mereka dan dijuluki sebagai kafir dan dianggap sebagai musuh yang harus dimusnahkan. Konsep ini sama dengan bom JW Marriot, bom di Kedutaan Australia, kedutaan Filipina dan beberapa lainnya. Mereka menganggap semua tempat yang mereka sasar adalah musuh agama sehingga layak dibasmi dan dibunuh.

Terlepas dari keinginan mendirikan negara berazaz agama, tindakan mereka untuk membunuh orang lain yang mugkin berbeda dengan mereka adalah tindakan di luar akal sehat. Seperti kita ketahui agama ada sebagai jalan untuk menjembatani keinginan berhubungan dengan Yang Maha Esa dengan manusia. Hubungan vertical itu kemudian akan mempengaryhi hubungan horizontal yaitu manusia dengan manusia lain, karena semua agama (apapun itu) akan selalu menekankan perdamaian dengan saudara, sesama manusia.

Konsep perdamaian dengan agama itu diwujudkan baik dengan hubungan yang baik dengan saudara, sesama dan menghormati mereka semua, termasuk yang berbeda. "Musuh" dalam konteks agama di beberapa kisah kitab dan kisah nabi adalah para lawan yang saat itu cenderung menyerang penyebaran agama. Sementara saat ini tidak ada lagi konsep penyerangan  penyebaran itu karena beberapa agama sudah tumbuh sedemikian rupa sehingga tidak perlu senjata untuk menyerang atau menghambatnya.

Musuh sebenarnya kini, adalah rasa malas untuk maju, prespektif atay visi yang sempit dan perilaku koruptif yang menghambat kesejahteraan orang lain. Itu semua harus dibasmi da dimusnahkan.

Agama terlalu agung untuk dijadikan alat pemuas perilaku buas manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun