Mohon tunggu...
hesty kusumaningrum
hesty kusumaningrum Mohon Tunggu... Human Resources - swasta

seorang yang sangat menyukai film

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dialog Keberagaman Menguatkan Perdamaian

13 Desember 2017   07:29 Diperbarui: 13 Desember 2017   09:12 1602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dialog - http://www.pengertianahli.com

Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Tidak hanya suku-suku yang beragam, budaya, bahasa dan agama yang melekat pada suku-suku itu pun juga beraneka ragam. Karena keberagaman inilah, Indonesia menganut semboyan bhineka tunggal ika. Berbeda tetapi tetap satu. Keberagaman merupakan berkah yang harus dijaga. Dan untuk menjaga berkah dari Tuhan itu, maka setiap generasi penerus harus terus mempertahankan keberagaman itu, agar tetap menjadi identitas bangsa.

Sayangnya, keberagaman yang sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka ini, coba dipersoalkan oleh sebagian orang. Mereka yang mempersoalkan itu umumnya berasal dari kelompok intoleran dan kelompok radikal. 

Keberagaman tidak pernah diangap sebagai anugerah, namun dimaknai sebagai sumber persoalan. Pendudulk Indonesia yang mayoritasi muslim, juga dimaknai segala sesuatunya harus berdasarkan hukum Islam. Mereka lupa, kalau Tuhan menciptakan manusia itu berbeda-beda. Dan dalam perbedaan itu, manusia dianjurkan untuk saling mengenal satu dengan yang lain agar muncul rasa saling mengerti.

Faktanya, Indonesia saat ini dihantam masifnya ujaran kebencian. Provokasi demi provokasi yang mengatasnamakan SARA masih saja bermunculan. Agama selalu dibawah-bawa untuk urusan politik ataupun kepentingan yang lain. 

Padahal agama semestinya berada di ruang netral, yang tidak ada keberpihakan. Karena secara fitrah, agama mengajarkan kebaikan dan cinta kasih pada seluruh umat. Jika para pemeluk agama masih suka melakukan provokasi, yang berujung pada persekusi dan tindak kekeberasan, sejatinya mereka telah keluar dari ajaran agama itu sendiri.

Terkadang, ketika telah mengatasnamakan agama, orang atau kelompok tersebut merasa paling benar. Segala perbuatannya dianggap benar, dan yang dilakukan orang lain dianggap salah. Padahal manusia itu seringkali melakukan kesalahan. 

Jika agama yang satu dianggap paling benar dan agama yang lain dianggap tidak benar, sementara para pemeluknya tidak bersikap terbuka dan tidak mau ada dialog, hal ini bisa berpotensi mendapatkan pemamahan yang salah terhadap agama itu sendiri. Apalagi juga sudah muncul fanatasisme buta para pemeluk agama. Dan semua itu terjadi di Indonesia. Orang yang mengklaim beragama, justru terkesan menggunakan kaca mata kuda dan menafikkan keberagaman di negaranya.

Mari kita saling introspeksi diri. Kita hidup di negara yang damai, bukan negara yang penuh konflik. Indonesia bukan negara agama, tapi negara yang menganut Pancasila, yang mengakui banyak agama. Artinya, semua orang yang menganut agama apapun di Indonesia, mendapatkan hak dan kewajiban yang sama sepanjang menjadi warga negara Indonesia. 

Jika ada pihak yang menginginkan penerapan khilafah, karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, hal itu juga tidak benar dan tidak perlu diikuti. Kenapa? Jika khilafah diterapkan, bagaimana dengan pemeluk agama non muslim? Sementara UUD menegaskan dan menjamin setiap warga negara bebas memeluk agama berdasarkan keyakinannya. Setiap pemeluk agama juga bisa bebas beribadah sesuai dengan keyakinannya.

Tidak tepat rasanya jika perbedaan langsung disikapi dengan amarah. Tidak tepat pula perbedaan disikapi dengan mayoritas minoritas. Sebagai warga negara yang cerdas dan logis, mari kita selalu melakukan dialog untuk mendapatkan win-win solusi. 

Karena dalam agama dan adat istiadat di Indonesia, sama-sama mengedepankan musyawarah atau dialog untuk mendapatkan solusi. Tentu saja, dalam dialog ini kepentingan publik harus dikedepankan. Jika kita bisa melakukan hal ini, perdamaian NKRI akan bisa terwujud hingga pada generasi berikutnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun