Hari itu Vina datang ke rumah, menenteng sebuah kotak kue berisikan beberapa potong bolu buatan ayahnya.
"Makasih ya Vin. Ini yang bikin bolu ayahmu?" tanya saya.
"Iya mbak. Cobain to, ayahku kalau bikin bolu wuenak banget," ujarnya dengan raut berbinar, berharap saya mencicipinya.
Saya lalu mengambil sepotong dan memakannya. Masya Allah, enak sekali ternyata. Aroma vanila dan menteganya begitu wangi, teksturnya lembut, dan manisnya juga pas. Tak kalah dengan bolu yang dipajang di toko-toko roti ternama.
Vina adalah putri sulung Pak Hadi, tetangga sebelah rumah kami. Pak Hadi memiliki dua anak perempuan, Vina dan Putri. Vina sudah kuliah, sedangkan Putri masih duduk di bangku SMA kelas satu. Istri Pak Hadi bekerja sebagai manager HRD di sebuah rumah sakit swasta di kota kami.
Dulu, waktu Vina masih TK, Pak Hadi bekerja di sebuah kantor swasta. Tapi setelah Vina duduk di bangku SD, entah kelas satu atau dua saya lupa, Pak Hadi keluar dari pekerjaannya dan memutuskan untuk mengurus rumah dan mendampingi putrinya. Saya tidak paham betul alasan sebenarnya. Bisa jadi waktu itu si Vina kecil memerlukan pendampingan orangtuanya di rumah.
Sejak itu, Pak Hadi berpindah karir menjadi bapak rumah tangga, dan mengambil peran sentral sebagai nahkoda yang tangguh dalam mengurus anak, mengelola dapur, dan menata kehidupan domestik rumahnya. Singkat cerita, jam terbang akhirnya membentuk Pak Hadi menjadi komandan rumah tangga sejati, dengan multitasking bintang lima di dalam rumahnya.
Pak Hadi terampil pula menjadi seniman dapur, yang sigap mengubah bahan-bahan sederhana menjadi hidangan lezat, yang membuat seluruh keluarga ketagihan. Keahliannya tak berhenti pada spatula saja, Pak Hadi juga ahli strategi belanja. Berbekal daftar belanja yang cermat dan mata elang pada diskon terbaik, ia dapat menaklukkan pasar dalam hitungan menit, dan membawa pulang bahan makanan berkualitas, tanpa membuat dompet habis terkuras.
Pak Hadi menjadi sosok perpaduan sempurna antara seorang ayah dengan kehangatannya, seorang koki dengan kepintarannya, dan seorang superhero rumah tangga dengan gercepnya. Kisah Pak Hadi ini bukanlah cerita fiktif. Pak Hadi adalah tokoh nyata, tetangga kami, yang kami tahu betul kesehariannya.Â
Saya sering melihat rutinitas Pak Hadi bolak-balik dengan motornya lewat depan rumah saya. Berangkatnya mengantar Putri sekolah, pulangnya sudah nyantol dua tas kresek penuh sayur dan belanjaan. Saya bisa bayangkan, setelah itu Pak Hadi pasti masak, bersih-bersih rumah, dan seterusnya. Herannya, saya hampir tidak menemukan semburat lelah atau 'kemrungsung' di wajahnya.Â