Mohon tunggu...
Hery Susanto
Hery Susanto Mohon Tunggu... Guru - Pribadi

Menyatukan tulang yang berserakan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Babak Baru Bersama Trio "Cengkrong Gerang"

23 Januari 2020   06:35 Diperbarui: 23 Januari 2020   06:42 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dibakarlah batu besar itu disisi bawahnya seharian penuh hingga saat sore hari menjelang waktu bekerja selesai, beberapa orang dari kami diminta untuk melihat proses pemecahan batu besar tersebut, kami melihat dengan penuh keheranan karena Sapar hanya menggunakan clurit bekas yang sudah berkarat (kami menyebutnya "Cengkrong Gerang") untuk memotong batu besar tersebut.d

Disisi atas batu ditandai dengan goresan "Cengkrong Gerang" tersebut memanjang dari tepi barat hingga timur dengan keadaan separoh dari besar batu, dalam hitungan menit batu tersebut terbelah menjadi dua, disisi yang berada diatas saluran batunya jatuh karena terbelah "gethebooooom", sedangkan separohnya masih menempel di lereng bukit sampai sekarang.

Pekerjaan selanjutnya adalah pelebaran penampang serta pendalaman saluran sungai baru agar arus semakin deras dan mampu menampung besarnya aliran air. Batu-batu besar dibakar dan terbelah menjadi serpihan-serpihan kecil seukuran batu pondasi bakal rumah, sesuai perjanjian kerja batu-batu tersebut menjadi hak Sapar-Di'in-Caram untuk dijual menjadi penghasilan tambahan. 

Selama pelaksanaan pekerjaan tersebut tak lepas dari peran ibu-ibu yang secara bergiliran setiap harinya mengirim makan siang untuk Trio "Cengkrong Gerang" dan beberapa warga lelaki yang secara sukarela ikut membantu dalam proses pembuatan lapangan bola.

Selanjutnya dimulai pekerjaan disisi barat dengan menutup bekas sungai yang sudah dipindahkan alirannya dengan terlebih dahulu membuat bendungan diujung pertemuan sungai lama, dimana sebelumnya pernah dikerjakan oleh Pak Kasmin namun hanyut (dipekerjaan ini terjadi sedikit polemik oleh Pak Kasmin yang merasa idenya diadopsi oleh Trio Cengkrong Gerang). 

Dengan bambu, karung, batang kayu dan terpal bendungan dirakit oleh Sapar selanjutnya sedikit demi sedikit bukit disisi barat digempur tanahnya diperuntukkan mengisi celah bendungan dengan peralatan seadanya. S

Selesai bendungan dibangun dilanjutkan mengempur bukit sisi barat untuk menutup bekas sungai, namun Trio Cengkrong Gerang sebelum memulai pekerjaan pengempuran bukit sisi barat meminta kepada panitia yang bertanggung jawab terhadap proyek lapangan untuk menjadi saksi dimulainya pengempuran bukit tersebut, dimana panitia proyek lapangan diminta datang menjelang waktu Mahgrib (panitia diwakili oleh Hery S, Munasir, Sujarwo, Supriyono dan Junaidi).

Tepat saat waktu Mahgrib tiba di bagian utara bukit sisi barat Sapar mencoba menyingkirkan sang penunggu blok Sitregel agar pekerjaan bisa lancar, dengan kekuatan supranatural yang dimiliki Sapar menyerang sang penunggu blok Sitregel dengan jurus silat dan karate layaknya pertarungan yang terjadi pada film "mak lampir", kejadian ini kami saksikan dari tenda yang didirikan ditengah calon lapangan dimana tenda tersebut digunakan untuk berteduh saat hujan dan juga menikmati "sambel panggang" kiriman dari ibu-ibu pada jam makan siang. 

Boleh percaya boleh juga tidak percaya tetapi sebaiknya percaya karena kami berlima menyaksikannya, pada adegan pengusiran penunggu blok Sitregel kami menyaksikan Sapar bergulat dengan sosok "Caram" serta suasana langit waktu Mahgrib seperti ada cahaya terang, padahal Caram hari itu tidak berangkat kerja. Adegan ini berlangsung lebih kurang lima belas menit dengan diakhiri kemenengan saudara Sapar dan kamipun diijinkan pulang meninggalkan arena.

Keesokan harinya Trio Cengkrong Gerang dengan dibantu oleh puluhan warga menggali dan mengempur bukit sisi barat dengan alat seadanya untuk menutup bekas aliran sungai, hari demi hari, minggu demi minggu berlalu bekas aliran sungai mulai tertutup oleh tanah dan batu cadas dari bukit sisi barat, gambaran lapangan yang kami impikan mulai nampak, beberapa warga Panumbangan yang sudah tidak sabar mencoba merentangkan tali rafia untuk mengukur tampang lapangan impian. 

Saat itu berada pada bulan-bulan musim penghujan sehingga pekerjaan sedikit terhambat oleh curah hujan yang tinggi dimana Trio Cengkrong Gerang dan warga yang ikut serta membantu sering berteduh ditenda tengah-tengah calon lapangan dengan membakar tonggak kayu sembari menghangatkan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun