Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Korban yang Terpaksa Menjadi Pembunuh, "Review" Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak

24 November 2017   13:26 Diperbarui: 24 November 2017   14:22 3529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: id.bookmyshow.com

Memandang sesuatu terkadang kita harus bijak. Kiranya perlu melihat secara utuh tindakan seseorang sebelum melakukan penilaian final. Menjadi pembunuh jelas tidak dibenarkan. Melalui cerita film Marlina Si Pembunuh Empat Babak ini setidaknya kita akan berpikir sejenak untuk tidak segera menjatuhkan penilaian buruk terhadap seseorang, tidak hitam-putih. Apakah pembunuhan itu sebuah kejahatan ataukah sesuatu yang “wajar” karena keterpaksaan.

Dalam suatu daerah berbukit dengan latar padang sabana di daerah Sumba, Nusa Tenggara Timur tinggallah seorang janda muda Marlina (Marsha Timothy) yang ditinggal mati suaminya. Sore itu seorang lelaki Markus (Egi Fedly) dengan santainya mendatangi rumah Marlina yang sangat terpencil. Dengan tindakan santun tapi niat buruk Markus mengginginkan uang, harta, bahkan tubuh perempuan itu. Uang tidak ada, sedangkan suaminya saja belum dikebumikan dengan menjadikan mumi yang ditaruh di dalam rumah.

Melihat kondisi perempuan itu membuat Markus menjadi penasaran, ditanyanya Marlina mengapa tidak menikah lagi saja dengan lelaki kaya padahal masih muda dan cantik. Jawaban Marlina cukup dingin bahwa itu bukan urusannya. Markus tidak sendiri, beberapa temannya akan datang dengan maksud yang sama.

Teman satu komplotannya pun datang bertujuh pada malam itu. Sapi, babi, ayam yang masing-masing berjumlah sepuluh diambilnya dan langsung diangkut. Tinggal Markus dan empat rekannya masih tinggal untuk melangsungkan aksi bejat yang sudah direncanakan. Aksi tak langsung dilaksanakan, mereka masih sempat menyuruh Marlina untuk membuatkan masakan sup ayam. Dengan tenang Marlina melaksanakan perintah itu.

Dalam kondisi seperti itu Marlina tak memungkinkan melarikan diri. Sebagai perempuan baik-baik jelas tidak mau diperkosa. Akalnya pun jalan, diam-diam ia menyusun siasat jitu: menjadi pembunuh. Masakan pun jadi dan langsung disantap keempat lelaki tersebut, sedangkan Markus tidur di kamar. Keempatnya memuji masakan Marlina yang cukup enak itu. Tak beberapa lama satu-persatu lelaki yang akan berlaku bejat bertumbangan. Marlina pun tersenyum, jadilah ia pembunuh dengan lembut. Tinggal membereskan satu lagi.      

Marlina pun membawa sup ke kamar untuk diberikan ke Markus. Dibangunkannya Markus agar menikmati sup itu, ketika akan diberikan tersenggollah sehingga sup tumpah. Dan Marlina hendak mengambil sup yang baru di dapur. Namun sial, Markus tak berhasrat menikmati sup itu, ingin langsung menikmati tubuh Marlina. Tak kuasa melawan hasrat Markus itu, akhirnya perkosaan terjadi. Dalam ketidakberdayaannya itu Marlina masih berpikir cerdas untuk menghentikan hasrat Markus. Karena “keenakan” Markus pun lengah, dan di saat itulah Marlina menebaskan golok tepat di leher Markus. Kepala Markus terpenggal, jadilah Marlina si pembunuh sadis.

Keesokan harinya Marlina menenteng kepala Markus dan golok dengan tujuan menuju kantor polisi guna melaporkan perkosaan dan perampokan yang terjadi. Di tengah jalan ia bertemu Novi (Dea Panendra) yang sedang hamil tua lebih sembilan bulan yang jabang bayi tak kunjung lahir. Marlina mengaku membunuh. Novi menyarankan Marlina agar melakukan pengakuan dosa ke gereja. Marlina menolak, menurutnya apa yang dilakukannya itu bukanlah suatu kesalahan, ia hanya mempertahankan diri dan harga dirinya.

Sampailah Marlina di kantor polisi. Marlina tidak segera dilayani oleh aparat yang bertugas saat itu. Digambarkan personilnya malah sibuk main pingpong. Akhirnya Marlina diintrogasi juga. Ia melaporkan terjadi perkosaaan pada dirinya. Tanggapan polisi sesuai prosedur namun terbentur sarana dan prasarana. Harus olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dahulu namun kendaraan menuju ke sana terbatas menunggu beberapa hari lagi. Perlu juga visum dan dokternya baru ada bulan depan. Seakan tak punya harapan di kantor polisi itu akhirnya Marlina pulang ke rumah dengan membawa kembali kepala Markus, yang sebelumnya dititipkan di warung seberang kantor polisi.

Walaupun terselip kata pembunuh pada judul film dan memang terjadi pembunuhan, film ini bukan tergolong horor ataupun misteri, tak ada ketegangan berlebihan. Jalinan cerita berjalan cukup runtut. Masih terselip juga celotehan rakyat biasa yang lugu dan apa adanya, yang itu bisa membuat penonton tersenyum sejenak menikmati jalannya film. Keindahan alam Sumba merupakan bonus tersendiri, dengan film yang dibuat sengaja berkualitas (kelas festival). Nama besar Garin Nugroho sebagai ide cerita dan sutradara Mouly Surya menjadi jaminan mutu film ini.    

Film yang bercerita tentang suatu sisi realitas sosial yang terjadi di masyarakat terutama pada akar rumput. Kemiskinan memang persoalan tapi itu bukan satu-satunya dan bisa jadi itu bukan yang mendasar. Isu bahwa perempuan sebagai kaum lemah yang sering jadi korban dan dikorbankan oleh arogansi kaum lelaki sepertinya bisa menjadi perhatian. Marlina hanya contoh kasus perkosaan yang tak mendapat perhatian serius dihadapan hukum. Dalam kasus lain (di luar film), banyak korban pemerkosaan kadang justru dipersalahkan. Di samping banyak pemerkosa yang bekeliaran dan tidak mendapatkan hukuman setimpal.

Tindakan pemerkosaan itu sangat keji. Tak hanya korban, masyarakat pun mengutuknya. Ketika hukum tidak berjalan baik, dan kemudian korban ataupun pihak lain melakukan tindakan hukum sendiri dengan membunuh pelakunya kadang menjadi persoalan tersendiri. Pemerkosa memang layak dihukum bunuh. Tak semua perempuan seberani Marlina. Demi rasa keadilan peran negara dalam menegakkan hukum perlu ditingkatkan. Andaikan pemerkosa memang pantas untuk dibunuh, dan biarlah itu menjadi tugas negara yang mengeksekusinya. Dan sebagai korban (seperti Marlina) tidak perlu “terpaksa” ditambah label sebagai pembunuh


Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun