Mohon tunggu...
Heru Tri Budi
Heru Tri Budi Mohon Tunggu... Pemuka Agama - pemerhati kesehatan jiwa dan keluarga

Teman sharing keluarga dalam obrolan seputar kesehatan emosional, spiritual, relasional dalam keluarga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Figur Ayah bagi Kesehatan Jiwa Anak

14 November 2017   09:22 Diperbarui: 14 November 2017   09:40 2215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

HERUTRIBUDI/RESTORASIKELUARGA/ Semua hal di dunia ini sedang bergerak mengalami perubahan. Saat ini ada fenomena di seluruh dunia dimana keluarga-keluarga sedang mengalami perubahan besar dari kehidupan berkeluarga besar menjadi keluarga inti, meningkatnya jumlah pekerja wanita (termasuk diantaranya para ibu), meningkatnya angka kawin cerai, kelahiran tanpa pernikahan, wanita sebagai orang tua tunggal dan sekaligus berperan sebagai kepala rumah tangga, serta jumlah ayah yang tinggal jauh dari keluarga karena pekerjaan atau alasan-alasan lain.  Fenomena-fenomena ini tentu saja menurunkan peran ayah dalam keluarga sebagai pendidik, kepala rumah tangga, dan pencari nafkah dalam keluarga serta sosok yang sangat berpengaruh bagi pertumbuhan anak.            

Dari keluargalah seorang anak dibentuk, digembleng dan diarahkan. Jika seorang anak tumbuh di dalam keluarga yang rusak, maka rusaklah anak, dan demikian sebaliknya. Dan tentu saja kehadiran ayah sebagai kepala keluarga yang baik akan menghasilkan anak yang tumbuh secara utuh secara rohani, jiwani, jasmani dan sosial.

Sebuah studi oleh para ilmuwan di Norwegia menunjukkan, ternyata bukan hanya keadaan mental ibu yang berpengaruh terhadap kesehatan janin, tetapi keadaaan mental ayah pun ternyata berpengaruh besar terhadap kesehatan janin dalam kandungan. Dengan menganalisa lebih dari 31.000 anak di Norwegia berikut informasi tentang keadaan mental ayahnya selama 17 hingga 18 minggu kehamilan, ditemukan bahwa 3 persen dari ayah anak-anak tersebut dilaporkan menderita gangguan kesehatan mental.

Berdasarkan studi yang hasilnya kemudian dipublikasikan di jurnal Pediatrics ini menyatakan, bahwa anak-anak yang ayahnya dilaporkan sedang menderita tekanan psikologis cenderung anaknya kemudian lebih memiliki risiko gangguan perilaku dan emosi saat usia balita. Hubungan antara kesehatan jiwa ayah dan gangguan perilaku anak saat balita tetap kuat bahkan setelah para peneliti memperhitungkan kesehatan jiwa sang ibu dan beberapa faktor lainnya, seperti tingkat pendidikan dan status pernikahan yang mungkin dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan perilaku anak. 

Tidak bisa dipungkiri, bahwa begitu besar peran ayah dalam keluarga. Oleh sebab itu, sangat penting untuk mengembalikan peran ayah dalam keluarga.  Setelah memberikan dukungan unik bagi pertumbuhan bayi yang dikandung istrinya, seorang ayah ikut berperan untuk merawat bayinya dan menjadi pribadi yang sangat berpengaruh di masa-masa  pertumbuhan si anak dengan memberikan pendidikan agama, budi pekerti, pengembangan kognitif dan motorik anak usia dini, menyiapkan pendidikan dan tidak kalah penting dari yang lain adalah: mendukung kesehatan dan perkembangan jiwa anak.            

Beberapa penelitian lain menjelaskan, bahwa peran ayah sangat penting dalam membangun kecerdasan emosional anak. Seorang anak yang dibimbing oleh ayah yang berfungsi secara efektif cenderung berkembang menjadi anak yang lebih mandiri, kuat, dan memiliki pengendalian emosional yang lebih baik dibandingkan anak yang tidak memiliki ayah seperti itu. Peran ayah memegang kunci yang menentukan bagaimana kondisi anaknya ketika besar nanti.

Sekali lagi, seorang anak sangat membutuhkan kehadiran sosok seorang ayah sejak dalam kandungan maupun tahap-tahap perkembangannya. Kebutuhan ini semakin terlihat jelas terutama seorang anak mulai beranjak remaja dimana seorang anak sedang mencari identitasnya secara lebih jelas. Sayangnya, kehadiran seorang ayah dalam kebanyakan keluarga tidak dirasakan secara psikis meski secara fisik mungkin ia hadir di rumah. 

Peran pengasuhan biasanya lebih banyak dilimpahkan kepada ibu. Akibatnya,  saat masa pubertas datang pada anak remaja, terutama anak laki-laki, mereka tak punya teman bicara dan tak punya panutan untuk berperilaku sesuai peran gendernya. Anak akan memiliki sikap terbuka kepada orangtua, jika orangtua sudah terbiasa merangkul dan membangun kedekatan dengan anak sejak kecil.

Dalam peluncuran buku Panik Saat Puber? Say No!!! karya dr Aditya Suryansyah Semendawai, SpA, di Magenta Cafe, Pasific Place Jakarta, Rabu (6/4/2011), psikolog dra M Louise, MM, Psi,menjelaskan, "Jika orangtua sudah membagi peran sejak anak lahir, anak bisa mengindentifikasi peran ayah dan ibunya. Pembagian peran dimulai sedini mungkin, saat toilet training misalnya. Ayah bertugas mengajarkan anak laki-laki, dan ibu mengajarkan anak perempuannya. Kedekatan yang dibangun sejak dini membuat anak akan terbuka di kemudian hari kepada ayah atau ibunya,"

Lebih lanjut Louise berkata: "Anak akan datang ke ayah atau ibu sesuai kebutuhannya, jika sejak kecil mereka mengenal pembagian peran orangtuanya. Anak laki-laki, saat menghadapi masalah pubertas, akan lebih terbuka berbicara dengan ayah ketimbang ibunya. Begitupun dengan anak perempuan, akan lebih nyaman membicarakan menstruasi kepada ibunya. Di sinilah pentingnya pembagian tugas ayah ibu dalam mengasuh anak sejak kecil. Karenanya ayah harus memulai bicara dengan anak sebagai teman, bulan sebagai diktator. Sebuah keluarga membutuhkan tokoh laki-laki, dalam hal ini ayah, sebagai panutan. Terutama panutan anak laki-laki dalam keluarga, supaya ia bisa belajar cara berpikir laki-laki dari ayahnya, dan berperilaku sesuai gender."

Saya sangat yakin jika hati seorang ayah kembali kepada anak-anaknya maka pemulihan sebuah keluarga akan terjadi. Anak-anak yang memberontak akan menjadi lembut hati, anak-anak terluka akan tersembuhkan, anak-anak yang terhilang akan ditemukan. Akan ada restorasi secara emosional dan relasional. Dan tentu saja berkat-berkat Tuhan akan dilimpahkan sehingga keharmonisan dan kebahagiaan keluarga akan terjadi. (hatebe/14/11/2017)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun