Mohon tunggu...
Heru Andika
Heru Andika Mohon Tunggu... -

Account lama saya di-hack karena saya menulis tentang kebenaran, namun saya tak akan pernah bisa dihentikan dengan cara seperti itu, karena saya amat mencintai menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Film "Tjokroaminoto" Versi Saya

15 April 2015   13:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:04 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun hal ini seolah terbantah, ketika  membuat film Tjokroaminoto seolah Garin pun "tergoda" untuk ikutan membuat film tentang seorang tokoh perjuangan yang banyak mendidik dengan landasan agama Islam.

Seorang Bapak Bangsa yang melalui penularan ideologinya melahirkan para pemimpin maupun tokoh pemberontak bangsa seperti Soekarno, Abdul Moeis, H. Agus Salim, Musso, Semaun, Alimin, Kartosuwiryo, Tan Malaka dan lainnya.

Sehingga Garin mengangkat judul film ini "GURU BANGSA: TJOKROAMINOTO", seolah menyamakan beliau dengan George Washington bagi Amerika Serikat dan Gandhi bagi India.

Inilah Garin, walaupun idenya terkesan ikut-ikutan mengankat tema tokoh bangsa beragama Islam, namun tokoh yang ia pilih yang nyaris diluar dugaan orang, yaitu Haji Oemar Said Tjokroaminoto !

Film ini menarik dan detil dari segi setting, ciri khas Garin Nugroho, yang bahkan jika saya bandingkan dengan film "Soekarno" karya Hanung Bramantyo, masih lebih unggul film "GURU BANGSA: TJOKROAMINOTO" ini.

Suasana Hindia Belanda era awal abad 20, lebih terasa, lebih mengena di hati seorang penikmat sejarah seperti saya, yang sejak SD sudah "tergila-gila" dengan biografi Soekarno, Agus Salim, dan HOS Tjokroaminoto di atas.

Apa yang coba diangkat dari sisi Pak Tjokro di film ini adalah sisi kemanusiaan beliau.

Bagaimana sang Guru Bangsa (yang diperankan sekali lagi dengan gemilang oleh Reza Rahadian) di elu-elukan oleh pengikutnya sebagai "YANG UTAMA", ternyata adalah seorang pemimpin yang seringkali terjebak dalam kebimbangan bahkan seringkali lebih senang mengambil "jalan tengah" dalam mengambil keputusan. Acapkali bertanya meminta pandangan pada rekannya Agus Salim (yang diperankan dengan baik oleh Ibnu Jamil) maupun para murid nya seperti Kusno (Soekarno), Sosro, Musso dan Semaun.

Bagaimana pak Tjokro yang begitu tegar menghadapi interogasi petugas Belanda di Penjara Kalisosok Surabaya tahun 1921, namun ternyata seringkali terlibat pergulatan emosional dalam memutuskan langkahnya, sehingga sempat memarahi putrinya Siti Oetari yang belum mengerti apa-apa, akibat terlalu pusing memikirkan masalah bangsanya.

Sosok Bapak yang mampu mengayom bukan hanya anak-anak kandung nya, namun juga anak-anak kenalannya, seperti Soekarno, Musso, Semaun dan lain-lain, ternyata sempat galau di kala perjuangan nya mendapat tekanan berat baik dari pihak Belanda, maupun dari pengikutnya sendiri yang berseberangan jalan dengannya.

Pak Tjokro yang ternyata terlalu sibuk memperjuangkan nasib bangsanya hingga digambarkan, dalam film ini, tidak sempat melepas "kepergian" Soeharsikin yang wafat hanya beberapa meter jaraknya dari tempat ia sednag berorasi di depan massa Surabaya yang butuh wejangan darinya. Istrinya, wanita yang telah dinikahinya selama 15 tahun lebih, wafat seorang diri di kamar tidur nya di saat sang suami sedang berpidato di halaman depan rumah mereka, Rumah Peneleh Soerabaia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun