Mohon tunggu...
Rahmat HerryPrasetyo
Rahmat HerryPrasetyo Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Penulis lepas dan editor freelance.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ini Enaknya Menjadi Bos untuk Diri Sendiri

11 Oktober 2020   14:02 Diperbarui: 13 Oktober 2020   07:18 1321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menjadi seorang bos. (sumber: pixabay.com/geralt)

Selain menulis, saya hobi nonton film. Entah itu datang langsung ke gedung bioskop atau melalui layar laptop atau smartphone, film memberikan saya hiburan dan sekaligus perenungan.

Sabtu (10/10) malam, saya menonton film action tentang dunia kepolisian (sheriff) dengan latar tempatnya di negara bagian Amerika Serikat. Tidak perlu saya sebutkan judul filmnya, temanya masih seputar kriminalitas; sheriff menjaga sebuah kota agar penduduknya hidup dengan aman.

Dalam suatu adegan dikisahkan seorang pengusaha besar menawari sang sheriff jabatan baru, sebagai pengawal pribadinya. Sang pengusaha memberi iming-iming gaji jauh lebih besar dibandingkan gaji sebagai aparat keamanan.

Namun, sang sheriff menolak. Alasannya, ia tidak mau menjadi bawahan sang pengusaha dan tetap lebih senang menjadi penjaga ketenteraman warga. Apalagi ia akan dipromosikan menjadi kepala sheriff, setelah sebelumnya menjabat sebagai deputi.

Kisah film tersebut mengingatkan saya akan ungkapan ini, "Jadilah bos untuk diri sendiri." Sang pengusaha dalam film tersebut sudah menjadi bos untuk dirinya sendiri, bahkan untuk orang lain. Ia pun terbiasa memerintah karena punya kuasa dan uang.

Sebaliknya, sang sheriff tidak mau menjadi bawahan, meski diiming-imingi gaji lebih besar. Ia juga ingin menjadi bos untuk dirinya sendiri. Kebebasan dan kenyamanan dalam bekerja menjadi alasan untuk bisa memimpin diri sendiri dan tidak mau dikuasai orang lain.

Di dunia kerja, saya tidak asing lagi dengan ungkapan, "Jadilah bos untuk diri sendiri." Ini tentu saja sangat sulit untuk para karyawan yang terbiasa bekerja dengan menunggu perintah orang lain. Tidak ada inisiatif atau bisa juga takut jika melakukan pekerjaan sesuai dengan kreativitas sendiri.

Mengingat sejenak masa lalu, setelah saya tidak bekerja kantoran, seorang teman pun berkata, "Enak dong kerja di rumah, bisa jadi bos untuk diri sendiri." Saya tersenyum saja.

Mengapa demikian populer ungkapan "jadilah bos untuk diri sendiri"? Bukankah menjadi bos atau atasan itu sulit? Diperlukan kecerdasan, kreativitas, keberanian, dan segudang kriteria agar seseorang pantas menjadi bos, menjadi atasan bagi orang lain, terutama di dunia kerja.

Bagi saya, seharusnya setiap orang menjadi bos untuk dirinya sendiri. Baik itu yang bekerja di kantor maupun di rumah, jadilah bos yang bisa memerintah diri sendiri agar dapat bekerja dengan baik. Tiga hal ini perlu dikenali jika ingin menjadi bos yang punya kuasa memerintah diri sendiri.

1. Bos Tidak Mau Bawahannya Telat Kerja

Kesuksesan diawali dengan menghargai waktu. Termasuk dalam bekerja. Seorang bos yang baik tidak mau bawahannya bekerja asal-asalan, tidak efisien, dan menghambur-hamburkan waktu dengan percuma. Salah satu cara yang sering dilakukan atasan yang baik adalah mengingatkan bawahannya untuk tidak terlambat ngantor.

Menghargai waktu dimulai dari datang ke tempat kerja tanpa terlambat. Bahkan, beberapa kantor menerapkan sanksi, karyawan yang telat, gaji dipotong! Belajar dari contoh ini, jika saya ingin menjadi bos bagi diri sendiri maka saya tidak akan membiarkan diri saya terbiasa telat dalam bekerja.

Meskipun tidak ada yang memarahi saya jika saya tidak tepat waktu dalam menulis, tapi saya membiasakan diri untuk menaati deadline yang saya buat sendiri. 

Bekerja di rumah, tanpa atasan secara formal, saya tetap punya target kapan suatu pekerjaan bisa saya tuntaskan. Waktu sangat berharga bagi saya. Sebagai bos untuk diri sendiri saya berusaha menjadi atasan yang baik bagi diri saya.

2. Bos akan Marah Jika Bawahannya Kerja "Nggak Bener"

Pekerjaan, apa pun jenisnya, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Rezeki datang setelah kita bekerja dengan baik, sepenuh hati, tidak setengah-setengah. Meski bekerja di rumah, dan memiliki fleksibilitas waktu serta kebebasan, saya tidak mau bekerja asal-asalan.

"Bekerja saja dengan benar, meski pekerjaan itu sungguh sangat sederhana bagi dirimu!" Itu prinsip yang selalu saya coba pegang. Tidak ada yang memerintah saya, tidak ada juga yang mengharuskan saya bekerja dengan target tertentu, dan harus dikerjakan dengan benar.

Saya sendirilah yang memerintah diri saya untuk bekerja dengan benar. Saya pun akan marah dengan diri saya sendiri jika saya tidak dapat memenuhi target yang saya tetapkan sendiri. Terdengar berlebihan? Tidak juga.

Seandainya saya menargetkan satu bulan menyelesaikan dua naskah buku, maka saya sebisa mungkin menuntaskannya. Menjadi bos untuk diri sendiri maka saya harus cerdas mengelola diri agar dapat memenuhi target yang saya tetapkan sendiri. Kemarahan atau mungkin kekecewaan akan muncul ketika saya gagal memenuhi target.

3. Bos yang Baik Mengenali Kemampuan dan Kelemahan Diri Sendiri

Sebelum memerintah orang lain, bos harus memahami kemampuan dan kelemahannya sendiri. Dengan demikian, ia tidak akan mudah dibohongi bawahan atau bahkan diremehkan.

Ketika atasan sudah mengenali kemampuan dan kelemahannya, ia pun akan mudah mengelola bawahannya, lalu bekerja sama untuk meraih kesuksesan bersama.

Itu pula yang saya jadikan pelajaran saat ini. Bekerja di rumah, menjadi bos untuk diri sendiri, mengatur semuanya sendiri, membuat saya mengenali kemampuan dan kelemahan yang ada di dalam diri saya. Kemampuan atau kelebihan yang saya miliki saya kembangkan, baik melalui belajar dari orang lain, juga belajar dari pengalaman pribadi.

Sebaliknya, kelemahan yang ada saya kelola dengan baik agar tidak mengganggu kelebihan yang saya punya. Mengelola kemampuan terbaik dan kelemahan yang mungkin menjadi hambatan mempermudah saya fokus pada tujuan.

Saya yakin setiap orang yang punya impian kesuksesan juga melakukan hal yang sama. Meski bekerja di rumah, dengan beragam bidang yang digeluti, usaha yang sungguh-sungguh tetap dijalankan. 

Meski tidak ada yang memerintah secara resmi, seperti halnya bos dan bawahannya di kantor, orang yang bekerja di rumah atau di tempat lain, tetaplah memimpin diri mereka dengan baik.

Itu jika tujuan utama adalah kesuksesan, bukan kegagalan karena kemalasan. Jika hari ini saya memerintah diri sendiri untuk menuliskan hal ini, maka saya pun sangat memahami tujuannya. 

Selain menginspirasi Anda, saya juga punya tujuan untuk mengingatkan diri sendiri bahwa masih banyak hal bisa saya lakukan di rumah. Termasuk pada hari ini dan tentu saja di esok hari.

Menjadi bos untuk diri sendiri bisa dilakukan siapa pun, termasuk saya. Akan terasa enak ketika saya tahu diri, tahu situasi, tahu tempat, juga tahu sasaran yang hendak saya tuju. 

Namun, rasa enak itu bisa berubah menjadi rasa tak nyaman bahkan terasa membingungkan ketika saya tidak punya energi dan pikiran positif untuk memerintah diri sendiri.

Hal yang penting untuk saya ingat, pekerjaan bisa dituntaskan dengan baik ketika saya dapat menjadi bos untuk diri sendiri! Bos yang sesungguhnya, yang memahami cara meraih sukses dengan cerdas, kreatif, dan bijak!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun