Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Kopi Lali, Lupa Cara Mengeluh

2 Oktober 2025   11:50 Diperbarui: 2 Oktober 2025   17:45 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menu oseng salak, bunga pepaya, dan rica jambal/Foto: Hermard

Terletak di mulut Jalan Watuadeg,  Desa Beneran, Purwobinangun, Pakem, Sleman Yogyakarta, bangunan warung kopi dan masakan rumah Kopi Lali terpampang begitu asri, menyatu dengan alam. Terlebih bangunan rumah jawa berbentuk limasan itu dilengkapi meja kursi tertata rapi di dalam maupun terasnya, semua berbahan kayu.

Begitu berbelok  ke kanan dari perempatan Jalan Pulowatu, saya bersama Mas Prapto, Mbak Yuni, dan Ibu Negara Omah Ampiran (28/9/2025), mengikuti papan petunjuk arah Kopi Lali berwarna kuning mencolok. Kedamaian alam pedesaan menyergap diam-diam. 

Di kanan kiri jalan aspal yang tidak seberapa lebar, bejajar pohon kelapa, pohon salak, tanaman perdu, dan pohon besar lainnya. Tidak terlihat tiang listrik maupun tiang penyedia layanan internet yang biasanya "menjajah" hingga pelosok desa.

Damainya desaku/Foto: Hermard
Damainya desaku/Foto: Hermard
"Sejak tinggal di desa ini, saya merasa nyaman. Alamnya begitu indah, udara terasa segar. Meskipun sampai sekarang kalau malam jalannya masih gelap," tutur Elly,  perempuan asal Tangerang Selatan, istri Sujarwo, owner Kopi Lali.

Ia kemudian bercerita bagaimana hidup di desa penghasil buah salak dan cara memanfaatkan buah salak. Baginya, salak yang  diolah menjadi kripik, asinan, jenang,  merupakan hal biasa. Suatu ketika, iseng-iseng, ibu  tiga anak ini mengambil salak  muda, kemudian  dioseng-oseng. Ternyata rasa  asam manisnya menggoda dan memiliki tekstur lembut.

Menu oseng salak, bunga pepaya, dan rica jambal/Foto: Hermard
Menu oseng salak, bunga pepaya, dan rica jambal/Foto: Hermard
Pada kesempatan lain, dari buah salak tua, ia membuat penganan salak goreng dan bakwan salak. Tidak dapat dipungkiri, olahan salaknya banyak diminati para pemburu kuliner.

"Ibu saya dulu suka merebus buah salak utuh tanpa dikupas, dibumbui garam. Rasanya enak, percampuran  rasa manis, asin, dan gurih," kenang Elly.

Salak dan ubi goreng/Foto: Hermard
Salak dan ubi goreng/Foto: Hermard
Bangunan limasan berdiri di atas lahan seluas seribu meter persegi lebih, dimanfaatkan sebagai tempat usaha kuliner sejak tahun 2020 dengan konsep "makan sepuasnya, bayar seikhlasnya". 

Meskipun begitu, bukan berarti menunya asal-asalan atau rasanya ngalor-ngidul. Sebaliknya, menunya sangat spesial, jarang ada di tempat lain: oseng-oseng bunga pepaya, rica-rica jambal, pindang cabe ijo, oseng cabe ijo, bakmi lali, nasi rempah, dan lainnya. Untuk camilan ada ubi dan salak goreng. Sedangkan minumannya ada kopi dan teh rempah.

"Baru sekali ini mencicipi oseng-oseng salak, tapi rasanya enak. Manis gurih dan pedasnya pas. Teksturnya lembut. Pokoknya nagihi," komentar Ibu Negara Omah Ampiran puas.

"Teh rempahnya juga nikmat dan menghangatkan badan," timpal Mbak Yuni, salah seorang anggota Jogjakarta Ukulele Society.

Limasan Kopi Lali/Foto: Hermard
Limasan Kopi Lali/Foto: Hermard
Menikmati kuliner di sini, kita seakan menjelma sebagai raja atau ratu yang siap dilayani. Begitu sampai di tempat pemesanan, Mbak Atik menanyakan menu yang diinginkan. 

Perempuan itu dengan ramah menyebutkan menu yang tersedia. Dengan sigap ia menata nasi rempah, oseng salak, pindang cabe ijo ke piring Ibu Negara.

"Pakai krupuk atau tidak? Minumnya ada teh rempah, silakan menuang sendiri. Kalau menginginkan kopi, nanti saya buatkan," ujar Mbak Atik.

Seandainya kita menginginkan krupuk, maka akan diambilkan Mbak Atik. Pesanan kopi pun diantarkan dalam waktu  tidak lama. Jangan berharap ada daftar menu beserta harga seperti umumnya di warung makan. 

Menu yang tersedia bisa  dilihat  langsung di etalase pelayanan. Di wadah dalam etalase tertulis menu yang tersedia. Jangankan daftar menu dan harga, di sini  juga tidak ada meja kasir pembayaran. Hanya ada kotak bertuliskan "Ojo lali  bayar di sini seikhlasnya".

Kembali ke alam/Foto: Hermard
Kembali ke alam/Foto: Hermard
Dalam perbincangan hangat, Pak Sujarwo, pensiunan Bank Mandiri, menjelaskan asal-usul nama Kopi Lali.

"Lali itu merupakan gabungan nama anak saya, Maulana dan Lintang. Makna ngopi  sejatinya ngolah pikir. Nah, yen lali ngolah pikir, mampirlah ke Kopi Lali, kita bisa sharing tentang apa saja yang baik-baik," ujar Pak Jarwo hangat saat menemani kami ngobrol.

Lali  bisa juga dibaca sebagai lila, lilahitaala, bermakna  ikhlas. Itu yang menjadi corporete culture bagi  Kopi Lali.

Lali sambat/Foto: Hermard
Lali sambat/Foto: Hermard
Saat ditanya mengapa di Kopi Lali dipasang banyak kata-kata bijak yang dibingkai rapi, Pak Jarwo menyatakan bahwa kata-kata bijak itu sesungguhnya untuk dirinya sendiri.

"Setiap warung tutup jam tiga sore, saya keliling, membaca satu per satu tulisan dalam bingkai itu. Sudah sampai dimanakah diri saya? Kalau saya masih seperti yang kemarin, saya rugi. Jadi harus ada kebaikan berkelanjutan," jawabnya sambil tersenyum lebar.

Sujarwo, owner Kopi Lali/Foto: Hermard
Sujarwo, owner Kopi Lali/Foto: Hermard
Kopi Lali memang bukan warung makan biasa. Siapa pun bisa mengajak owner-nya duduk semeja. Ngobrol tentang hidup dan kehidupan.

Nikmatnya masakan rumahan dan hangatnya suasana di dalamnya, membuat pelanggan bahagia, lupa mengenai keluhan hidup.

Usai menikmati  makanan, beberapa pelanggan berpamitan menyalami Pak Jarwo yang tengah duduk semeja dengan kami.

"Nyuwun pamit Pak, matur nuwun."

Ungkapan renyah itu mencerminkan kepuasan pelanggan sekaligus ucapan terima kasih karena perut sudah kenyang dan bisa membayar seikhlasnya...(*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun