Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Ngabuburit Baca Puisi

16 Maret 2025   14:08 Diperbarui: 17 Maret 2025   06:20 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lagu puisi/Foto: Hermard

Simbol-simbol dalam puisi ini memperkuat pesan bahwa bahasa pembangunan mampu menggantikan bahasa kemanusiaan, menciptakan alienasi, ketimpangan sosial, dan penderitaan bagi masyarakat kecil.

Penyair menyebut dirinya sebagai "penyair yang tersesat menempuh jalan bahasa"- menunjukkan keterasingannya dari dunia yang kian dikuasai oleh bahasa teknokratis-bahasa kontraktor, semen, besi, dan beton-berlawanan dengan bahasa puitis dan humanistik.

Sang Raja Sawer/Foto: dokpri Hermard
Sang Raja Sawer/Foto: dokpri Hermard
Pembacaan puisi yang paling ditunggu-tunggu sebagian besar penonton adalah pembacaan puisi penyair A'Syam Chandra Manthiek. Bukan karena ia tampil menyerupai Rendra atau Sutardji, melainkan  karena ia selalu memberi kejutan kepada penonton. 

Baginya, pembacaan puisi tidak bisa dilakukan secara spontan karena memerlukan konsep.

Konsep yang ditampilkan penyair eksentrik ini menyerupai penampilan dalam pertunjukan musik dangdut. Kalau di dangdut, biasanya penyanyi mendapatkan saweran dari penonton, maka di pembacaan puisi Syam Chandra, justru si penyair yang memberi saweran kepada penonton. 

Jadi jangan heran jika penulis antologi puisi Blas Blus Blas ini bersiap membaca puisi, maka penonton berebut memenuhi kursi bagian depan, termasuk saat penampilannya di Museum Sandi.

Beberapa tahun lalu, ia sempat menghebohkan penonton karena di tengah pembacaan puisi, Syam Chandra melepaskan ayam sebagai saweran. Pertunjukan menjadi heboh karena penonton sibuk menangkap ayam lepas....

Untuk memeriahkan buka bersama, Syam Chandara tampaknya sengaja memilih puisi "Mata Uang 50 Ribu". Berikut penggalan puisi yang dibacakan Sang Raja Sawer.

Aku cuma bersyukur, Umah./Bahwa aku cuma dapat uang sedikit/Bukan kerna serakah rebutan kekayaan/Seperti orang-orang tamak di negeri ini/Mencari uang banyak yang ribut saja dan/Berebut kekuasaan, hanya mencari uang/Aku tiap hari dapat uang cuma sedikit, sebenarnya/Aku banyak kesempatan mendapatkan uang lebih/Banyak lagi./Tapi, aku tidak bisa lakukan kerja hina/Bukan punya banyak uangnya?/Bukan kekayaan itu/Melimpah? /Bukan itu yang kucari/Dalam hidup ini, Umah?

Di tengah pembacaannya, ia berulangkali menyebarkan uang berwarna biru lima puluh ribuan. Penonton berebutan senang. Di penghujung pembacaannya, Syam Chandra menghampiri salah seorang sastrawan senior sambil memberikan beberapa lembar uang.

Memaknai saweran itu, saya jadi teringat kata pengantar Syam Chandra dalam buku Blas Blus Blas. Bahwa puisi dapat dipahami sebagai media berbagi kasih kepada semua teman, sahabat, dan para pencinta sastra. Sebab, hanya dengan berbagi kasih, kita akan dijauhkan dari rasa kikir, iri, dan dengki. Sebaliknya, kita akan didekatkan dengan rasa persaudaraan yang tulus.

Lagu puisi/Foto: Hermard
Lagu puisi/Foto: Hermard
Dari awal sampai akhir acara, pembacaan puisi yang diselingi pelaguan puisi oleh Doni Onfire, berlangsung meriah, meskipun Yogya diselimuti awan mendung. Buka puasa ramadhan kali ini tak akan terlupakan: ada sejumput puisi, semangkuk soto, sepiring mie grabyas, dan segelas stup jambu...(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun