Harga jingking kering di tingkat nelayan sekitar empat sampai lima ribu rupiah per kilonya. Biasanya jingking diolah menjadi peyek dengan menambahkan bahan kuning telur, tepung beras, dan diberi bumbu kemiri, ketumbar, bawang putih, bawang merah, serta garam. Peyek jingking bisa ditemui di pantai-pantai yang ada di Gunungkidul dan Bantul  (Pantai Parangtritis serta Goa Cemara). Harga per plastik sepuluh sampai lima belas ribu rupiah.Â
Di Pantai Baron, peyek jingking di warung-warung disajikan hangat karena penjualnya akan menggoreng  jika ada pembeli. Bagi masyarakat pantai Baron, jingking pantang direbus, bisa menyebabkan alot dan tidak renyah. Di pantai Petanahan, Kebumen, jingking dibakar dengan terlebih dulu dimasukan ke dalam bambu bersama berbagai macam rempah sebagai bumbunya, ditambah cabai, tomat, santan, sayuran hijau, sehingga rasanya gurih pedas nikmat beraroma rempah.
Selain sebagai penganan, jingking  bisa diolah menjadi pakan ternak lele dan ayam. Upaya ini sudah dilakukan masyarakat pantai Baron. Dengan diberi makan jingking, hewan  ternak menjadi lebih sehat. Jingking kering dihaluskan kemudian dicampur  pelet pakan ternak. Perbandingannya, lima kilogram jingking dengan satu kilogram pelet. Â
Begitulah, Yu Jiah berpikiran sederhana, cukuplah garis pantai Siung hingga Baron memberinya jingking, ia sudah merasa mendapatkan kue manisnya ekonomi kelautan. Baginya, optimalisasi ekonomi kelautan (istilah yang asing dalam pikirannya) adalah jika suaminya dan para nelayan bisa melaut, serta harga jingking naik dan penikmat jingking tidak alergi karena tingginya kandungan protein dalam tubuh si raja penjelajah pantai selatan, Â kepiting hantu, alias Ocypodidae Jingking.
Pantai Siung di Gunungkidul, Yogyakarta, dengan keindahan hamparan batu karang raksasa, tak mampu mengubah nasib Yu Jiah dan puluhan nelayan lainnya yang melaut menggunakan perahu jukung.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI