Mata Angin
adalah tanda-tanda yang terletak tak jauh dari jarum baja bermagnet
adalah kebebasan yang berputar dan bergerak mengikuti keseimbangan
adalah petunjuk yang bermakna kematian atau keabadian
adalah warna jelaga berpelangi
bagi kita yang dapat membaca dengan hati nurani
: mata angin adalah arah
yang bisa dikemudikan tak saja oleh angin
Dalam memaknai ramadan, saya teringat kembali puisi rewriting saya  "Mata Angin" (ditulis  tahun 1997). Yah, bukankah ramadan  seperti mata angin, petunjuk arah?Â
Tetapi pilihannya bukan sepenuhnya tergantung pada kehendak jalan ke utara, selatan, barat, atau timur (sebab mata angin adalah arah/yang bisa dikemudikan tak saja oleh angin) -- ia juga terikat pada suara hati.
Makna bulan Ramadan bagi umat Islam  adalah sebagai bulan di mana umat muslim diwajibkan berpuasa selama sebulan penuh, diwajibkan menahan segala hawa nafsu, dan tahan terhadap berbagai godaan.
Lebih dari itu, ramadan merupakan ketetapan hati agar mendapatkan perisai  mencapai pintu ar-rayyan dengan cara spiritual memperbanyak dzikir,  istighfar, berdoa, salat, tadarusan, dan membaca Alquran (yang mengajarkan berbagai kebaikan). Dan sebaik-baiknya kebaikan adalah amalan tanpa niat memamerkannya. Artinya, melakukan salat tarawih bukan ingin mendapatkan pujian sebagai hamba yang taat, menjalankan puasa bukan pamer kehebatan mampu menahan lapar dan dahaga, serta membayar zakat bukan ingin menunjukkan sebagai orang hebat, lebih kaya dari lainnya.Â
Jika situasinya sudah serunyam itu, lalu apa makna puasa ramadan yang sesungguhnya? Bukankah tujuan berpuasa (QS, Al Baqarah 2:183) adalah untuk menjadi orang yang bertakwa? Bukan menjadi individu yang suka pamer dan ingin mendapatkan pujian?  Perlu diingat bahwa hakikat takwa setidaknya mencakupi  tawadhu' (rendah hati) dan qona'ah (ridho dan rela).
Keutamaan ramadan yang sesungguhnya adalah  mendekatkan diri kepada Allah SWT, baik dengan cara spiritual maupun sosial. Hal terakhir ini setidaknya dapat dikaitkan dengan  bagaimana harus berbagi dengan sesama, pengendalian diri, dan memaafkan kesalahan orang lain (hal ini juga ditekankan dalam  QS, Ali Imran: 133-134).Â
Aplikasinya dilakukan dengan bersikap sabar, memperbanyak sedekah, memperkuat tali silaturahmi, membayar zakat, dan saling memaafkan. Dengan begitu, ramadhan dapat dijadikan momentum dalam mengerjakan berbagai perbuatan baik dalam rangka musahabah mensucikan diri.