Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mbok Tumpuk, Rempeyek, dan KBBI

14 Februari 2023   08:33 Diperbarui: 14 Februari 2023   15:39 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bermula dari geplak/Foto: Hermard

Mungkin saja saat menciptakan rempeyek, Mbok Tumpuk tak pernah membaca Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sehingga hakikat rempeyeknya tebal bertumpuk-tumpuk, tidak sesuai dengan definisi dalam KBBI. Meskipun begitu, rempeyek Mbok Tumpuk mampu memecahkan rekor MURI.

Setidaknya rempeyek Mbok Tumpuk merupakan bentuk pengingkaran terhadap KBBI karena definisi rempeyek dalam kamus itu merupakan penganan yang terbuat dari tepung  dengan kacang (udang, dan sebagainya)  digoreng tipis.

Tahun 1970-an di Yogyakarta, nama penganan yang paling jos gandos alias top markotop, selalu dicari-cari pelancong sebagai buah tangan  (oleh-oleh) adalah geplak Bantul. Hampir di sepanjang Jalan Bantul, ada warung yang menjual geplak, terbuat dari bahan kelapa dan gula. 

Geplak/Foto: dokpri Hermard
Geplak/Foto: dokpri Hermard
Tapi dari deretan warung itu, geplak yang paling diburu adalah geplak  Mbok Tumpuk di selatan Pasar Bantul karena rasa manis gurihnya berimbang. 

Mungkin awalnya geplak diciptakan karena di pantai selatan (Bantul) banyak terdapat pohon kelapa dengan buah melimpah.

Mencari geplak/Foto: Hermard
Mencari geplak/Foto: Hermard
Meskipun sekarang bakpia merajai dunia oleh-oleh di Yogyakarta, tapi pada tahun 1970-an bakpia merupakan makanan kelas dua, beredar  di lapak-lapak pasar tradisional. Hanya toko roti Trubus---dulu berada di Jalan Diponegoro,  barat pangkalan bus Kilat--yang menjual bakpia enak, disandingkan dengan abon sapi. Bakpia Pathuk saat itu belum terkenal seperti sekarang.

Saat ini, di tengah gempuran banyaknya tokoh oleh-oleh yang menjamur di tengah dan sudut kota Yogyakarta, ternyata nama Mbok Tumpuk tetap bertahan. Bukan lagi sebagai usaha rumahan geplak dan rempeyek, tetapi menjelma sebagai pusat oleh-oleh terkenal di Bantul yang menyediakan oleh-oleh tradisional maupun makanan zaman now dalam kemasan.

Pelanggan Mbok Tumpuk/Foto: Hermard
Pelanggan Mbok Tumpuk/Foto: Hermard

Berburu oleh-oleh/Foto: Hermard
Berburu oleh-oleh/Foto: Hermard
Usaha geplak dan rempeyek Mbok Tumpuk mulai dirintis tahun 1960-an dan semakin terkenal tahun 1975. Banyak dicari pelanggan karena geplak dan rempeyeknya menggunakan bahan pilihan dan melewati proses pembuatan yang cukup rumit sehingga rasanya lezat dan awet.

Camilan tradisional/Foto: Hermard
Camilan tradisional/Foto: Hermard
"Meskipun terlihat tebal, tapi ternyata rempeyek Mbok Tumpuk sangat renyah. Rasa kemiri, ketumbar, dan kencurnya berimbang. Gurihnya terasa sampai gigitan terakhir," jelas ibu negara Omah Ampiran saat mencicipi rempeyek di dalam mobil saat ingin menyambangi Jembatan Kretek II bersama Mbak Susti dan Mas Hadi.

Proses pembuatan rempeyek memang tidak mudah, melewati tiga kali penggorengan, dari pembentukkan sampai proses penggorengan agar rempeyek terasa kriuk. Awalnya dipilih tepung beras tertentu. Dipadukan dengan sedikit tepung kanji, bumbu rempah terpilih, di tambah santan, telur, dan kacang tanah.

Disebut peyek tumpuk karena bentuknya menyerupai bokahan tak beraturan, terdiri atas beberapa peyek yang sengaja ditumpuk menjadi satu.

Menikmati bongkahan rempeyek Mbok Tumpuk/Foto: Hermard
Menikmati bongkahan rempeyek Mbok Tumpuk/Foto: Hermard

Warna putih kecoklatan rempeyek Mbok Tumpuk berasal dari penggunaan tempung kanji yang berpadu dengan tepung beras. Dari penampakan rempeyeknya, pastinya perbandingan antara tepung dan kacang satu banding dua. Setiap satu kilogram terigu memerlukan dua kilogram kacang tanah.

"Meskipun banyak kacangnya, berbentuk bongkahan, namun rasanya sangat renyah dan gurih," ujar Mas Hadi sambil menikmati bongkahan rempeyek dengan wajah sumringah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun