Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni

Membaca Pemikiran Krishna Mihardja lewat Karya Sastra

3 Januari 2023   17:40 Diperbarui: 3 Januari 2023   17:46 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerkak "Sapari" mempunyai keinginan kuat  memperlihatkan biaya sosial-ekonomi yang tinggi untuk mencapai kedudukan sebagai direction dalam masyarakat.  Meskipun semula seorang guru bernama Pak Marto (tokoh utama dalam "Sapari") menolak memakai baju safari, toh akhirnya dengan dominasi direction, terpaksa memakai baju safari.

Kekalahan Pak Marto merupakan kekalahan klas yang dikuasai terhadap hegemoni--memproduksi simbol-simbol kewibawaan politik lewat baju safari. Baju safari hadir sebagai direction patronsip, harus ditaati, dihormati, tidak boleh ditentang. Dengan kata lain, hegemoni kekuasaan berlangsung karena Pak Marto takut akan konsekuensi-konsekuensi jika tidak menyesuaikan dengan keinginan direction. Dalam bahasa Gramsci, hegemoni terjadi  lewat   konformitas, ditempuh melalui penekanan dan sanksi-sanksi  menakutkan.

Seni Tradisi dalam Arus Modernisasi
Banyak orang beranggapan bahwa makna kata tradisional dan modern merupakan dua hal  saling berlawanan, membentuk oposisi biner. Kondisi tersebut memicu adanya anggapan bahwa sesuatu yang  tradisional adalah hal-hal yang berbau "masa lalu" dan tidak dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Sedangkan modern mengacu kepada sifat-sifat  terbarukan (up to date) dan selalu mampu menyesuaikan  perkembangan zaman. Dengan demikian, bagi kebanyakan orang, sesuatu yang tradisional diasumsikan akan tergilas oleh sesuatu yang modern. Pada kasus perkembangan seni, banyak orang menganggap bahwa kesenian tradisional akan kalah dengan kesenian modern karena kesenian modern dianggap lebih mampu mengikuti zaman.

Foto: dokpri Hermard
Foto: dokpri Hermard
Situasi perubahan sosial budaya masyarakat Indonesia dari masyarakat tradisi menuju masyarakat moderen  tidak luput dari perhatian Krishna Mihardja. Sebagai orang desa yang akrab dengan seni tradisi, ia mempresentasikan kegelisahan terhadap nasib kesenian tradisional.  Dalam antologi  Ratu kegelisahan itu dituangkan lewat cerkak "Ki Dhalang" dan dalam antologi  Pratisara tercermin dalam cerkak "Ledhek".

Dalam cerkak "Ledhek," kegelisahan Krishna Mihardja diwakili  oleh kebimbangan tokoh Kuning (Ning) memenuhi permintaan kedua orang tuanya agar melestarikan dan meneruskan kesenian ledhek yang pernah digeluti orang tuanya. Tarik ulur antara keinginan membiarkan kesenian ledhek tergerus zaman dan hasrat menghidupkan kembali agar ledhek tetap eksis di tengah masyarakat (moderen), menimbulkan konflik berkepanjangan. 

Kegelisahan Krishna Mihardja  tidak berujud pada penyesalan terhadap eksistensi kesenian tradisional,  tetapi berujung pada kesadaran bahwa perubahan masyarakat akan membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi kesenian tradisional.

Bagi Krishna Mihardja, kesenian tradisional jika ingin tetap eksis, mau tidak mau harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Hanya kesenian yang bisa beradaptasi dengan keadaan  akan mampu bertahan. Pemikiran ini sejajar dengan gagasan Mudji Sutrisno bahwa ketika terjadi pergeseran tradisi, maka akan ada dislokasi nilai.

Sejak semula, Krisna Mihardja (lewat tokoh Kuning) ingin menekankan bahwa masa kejayaan ledhek akan tenggelam ditelan zaman.


Pilihan yang dilakukan Krishna Mihardja agar ledhek tidak terasing dari masyarakat moderen adalah dengan mencarikan tempat ke dalam dislokasi nilai masyarakat moderen sehingga menemukan outlet, menemukan pencarian-pencarian atau oasis-oasis dari keterasingannya. Perlu diingat kembali gagasan Mudji Sutrisno bahwa ketika terjadi pergeseran tradisi (kosmologi)---dari pandangan yang teratur, tertata dan harmonis (dunia agraris), menuju sesuatu yang bergerak tidak pasti, nomade (urban) ---maka terjadi dislokasi nilai.

Seni ledhek  akhirnya menemukan outlet, oasis dari keterasingannya dengan mentransformasikan kebaya menjadi rok mini, gerakan ledhek menjadi goyang ndangdut, rambut yang tergelung rapi menjadi terurai lepas, kendangan yang semula teratur menjadi rancak. Tragedi "hilangnya" Kuning saat pentas di alun-alun kabupaten---yang  tersisa di atas panggung pertunjukkan hanya hati Kuning---dan  bagian lainnya sudah digilas zaman, merupakan pasemon bahwa pada akhirnya kesenian tradisional tetap akan terpinggirkan dalam kehidupan dunia moderen, meskipun sudah mengalami transformasi. 

Umar Kayam menyatakan, baik masyarakat maupun negara, pada suatu masa akan berubah, bahkan menghendaki perubahan dan transformasi;  kenyataan tersebut menujukkan bahwa cepat atau lambat serat-serat suatu budaya, pada suatu saat membusuk dan tidak berfungsi lagi sebagai  pengikat kesatuan kebudayaan.

Krishna Mihardja dalam wawancara menjelaskan bahwa  karena ia orang jawa ndesa, maka  benar-benar ingin mempertahankan apa pun  tentang seni Jawa, semuanya saja. Semua seni dicoba ditempelkan pada dirinya.

Krishna Mihardja suka dan bisa karawitan, nembang (meski suaranya cempreng), memahami wayang, kethoprak, suka tari, mengerti sedikit tentang pakaian tradisional Jawa---ia  merupakan salah satu anggota tim dalam penyusunan Kurikulum Berbasis Budaya yang  diberlakukan  di DIY beberapa tahun silam.

Meskipun begitu, melihat fakta yang ada, ketika lebih banyak orang mulai memalingkan muka dari seni tradisi, karena modernisasi dianggap lebih menjanjikan dalam segalanya, maka Krishna Mihardja memilih bersikap realistis, tak mampu berbuat apa pun terhadap perkembangan kesenian tradisional kecuali "mem-push" diri sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun