Mohon tunggu...
Herri Mulyono
Herri Mulyono Mohon Tunggu... Dosen - Dosen di Perguruan Tinggi Swasta Jakarta

Bercita-cita menjadi pribadi sejati yang bermanfaat bagi diri dan orang lain. Website: http://www.pojokbahasa.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Game Over, Refleksi Sebuah Permainan

17 Januari 2021   17:48 Diperbarui: 17 Januari 2021   17:50 1549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Stemlit.com/jackgallenhall

Para gamer tiba-tiba menghela nafas dalam-dalam. Permainan yang asik menguji adrenalin, memacu tegang, keseriusan dan juga tawa tetiba berhenti. Game is over. Permainan sudah berakhir, para gamer tidak dapat melakukan hal-hal lain lagi, kecuali menatap resume permainan: score, status akhir, dan poin-poin yang telah dikumpulkan selama permainan.

31 Desember 2020 lalu, malam tahun baru, jam 21.00. Tiga jam sebelum akhir tahun, atau tiga jam tahun yang baru dimulai. Saya terserang kantuk yang dalam. Bunga bunga tidur mekar dan bergelayut diujung kelopak mata. Tapi tiap kali saya coba membaringkan badang ditempat tidur, bunga-bunga itu mengkerucut dan kantuk pun hilang. Berkali-kali dicoba untuk menutup kelopak mata, tidak berhasil.

Ternyata ada algojo yang menghadang rasa kantuk, yang membuat bunga-bunga itu takut dan kemudian mengkuncup. Rasa takut. Iya, algojo itu adalah rasa takut diri. Rasa takut kalau-kalau ketika kelopak menutup, lalu tidur, dan tidak bisa membuka mata lagi. Game is over.

Bagi kaum atheis, tidak ada permainan lagi setelah permainan dunia selesai. Bagi kaum relijius, ada permainan baru, setelah permainan dunia berakhir. Dan bagi kaum setengah imah, permainan adalah tentang untung-untungan, kalau kaum atheis benar, mereka bersyukur. Tapi, kalau kebernaran berpihak pada kaum relijius, mereka berpikir bagaimana posisi mereka dalam permainan berikutnya.

Pendapat terakhir cukup menarik: 'bagamana posisi kita pada permainan baru setelah permainan dunia selesai'. Dan inilah yang membangkitkan sang-algojo dan membentak bunga-bunga tidur malam tahun baru itu: 'Sudah siap dengan permainan baru?'

Dulu saya merasakan kondisi hampir mati gegara angin duduk. Gegara gila kerja, sampai lupa makan, sedikit tidur dan hanya ingat apakah kerjaan bisa kelar. Beberapa kali mengendarai motor tanpa pandangan sempurna, dan sering hampir pingsan. Beruntung, Tuhan masih menjaga perjalanan saya.

Seorang menjelaskan serangan jantung untuk dikalangan pekerja muda. Itu istilah yang dia kenalkan sebagai pengganti 'angin duduk' yang selalu saya pikir gejala masuk angin. Kata teman saya, banyak eksekutif muda yang mengalami serangan jantung, padahal usianya masih kisaran tiga puluhan. 

Saya merenung tiap malam. Kalau-kalau si angin duduk datang lagi, memaksa kelopok mata menutup, dan tidak dapat dibuka lagi. Merenung tentang bagaimana ini, itu, ina, itu yang ditinggalkan. Tapi lebih miris ketika merenung bagaimana posisi kita dalam permainan baru? Innalillahi.

Kisah si algojo angin duduk yang menyebabkan saya hampir mati itu sering saya ulang-ulang. Sebagai bahan merenung. Khususnya ketika si angin duduk datang lagi di awal tahun studi s3 saya di York delapan tahun silam. 'Oh Tuhan, saya belum siap. Masih banyak yang belum saya selesaikan. Termasuk mimpi ini. Berikanlah kekuatan dan kesehatan'. Tuhan baik, saya sembuh perlahan. Tapi saya diingatkan, kerja jangan sampai menggadaikan kesehatan. Saya iyakan.

Saya selalu ingat-ingat, jaga-jaga kondisi, agar serangan jantung jangan hinggap. Banyak teman yang menutup mata karena serangan ini, dan umurnya tidak jauh berbeda dengan saya. Dua tahun lalu, ada teman tidak bisa bangun kembali setelah kelompak matanya menutup. Saya gelisah, apakah saya bisa melewati tahun itu. Dan ketika beberapa teman kembali menghebuskan nafas terakhir. Saya kembali gelisah, semoga permainan saya belum berakhir. Tuhan, saya belum siap.

Saat saya dapat melalui dua tahun silam, saya bernafas lega. Tuhas memberi kesempatan untuk melanjutkan permainan dunia. Saya ingat-ingat pesan Tuhan. Jangan kerjaan menggadaikan kesehatan. Tidur cukup, makan cukup, dan .. kerja cukup. Berikan haknya yang adil. Saya ikuti nasihat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun