Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mungkin "Penjajahan" atas Nama Peningkatan Kinerja Guru

16 Januari 2024   09:50 Diperbarui: 16 Januari 2024   10:04 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam masa kepemimpinan Presiden NKRI,  Ir. H. Joko Widodo, dunia pendidikan di Indonesia rasanya "tersenyum" sesaat ketika Nadiem Anwar Makarim diangkat sebagai Pembantu Presiden Bidang Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Sebagai pembantu presiden di bidang ini, Nadiem Anwar Makarim kemudian meminta kepada seluruh pemangku kepentinan di dalam bidang kerjanya untuk tidak menyapa dengan sebutan Bapak Menteri, tetapi cukup dengan sebutan Mas Menteri. Hal ini dimaksudkan agar lebih akrab. Keakraban akan membuka pintu akses agar guru dapat berkomunikasi dengan Sang Menteri.

Gagasan "pergeseran dan perubahan" oleh Mas Menteri pun digalang dan dijadikan program. Lahirlah Kurikulum Merdeka di tengah badai covid-19. Learning loss pun terjadi oleh karena pembelajaran dengan memanfaatkan jaringan internet dan pertemuan terbatas waktu di titik-titik kumpul untuk belajar bersama (guru-murid). Learning loss menyebabkan kesenjangan dan keterlambatan mengejar ketertinggalan khususnya pada dunia literasi, numerasi, iklim keamanan sekolah, iklim kebhinekaan, dan kualitas pembelajaran. Maka dibuatkanlah Rapor Pendidikan untuk keenam hal di atas. 

Keenam hal sebagaimana disebutkan di atas diketahui perkembangannya melalui apa yang disebut Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Suatu program yang mula-mula dipahami guru dan murid sebagai ujian pada murid. Para guru keliru. ANBK bertujuan untuk memetakan kualitas sistem pendidikan pada tiap unit pendidikan (sekolah), yang berdampak juga pada kemampuan literasi (digital) murid dan peningkatan kualitas belajar murid. Benarkah?

Benar. Benar untuk satuan pendidikan di perkotaan dengan akses yang makin memanjakan. Sementara akses pada satuan-satuan pendidikan di pedesaan, pedalaman dan perkampungan nelayan, belum dapat dipastikan dan dibenarkan. Daerah 3T yang mendapat atensi terbaik dengan pemberian tunjangan khusus guru pun belum dapat dipastikan mendongkrak kualitas belajar murid dan kualitas proses pembelajaran guru. 

Dunia digitalisasi makin marak.  Para guru baik yang berada pada generasi Z  mengalami loncatan ketrampilan. Mereka harus meloncat untuk menggapai dan meraih ketrampilan dalam hal literasi digital. Otodidak menjadi solusinya. Begitu pula guru sebagai generasi milenial, tidak semua di antara mereka ke sekolah dengan kemampuan literasi digital  yang dapat diandalkan. Maka, gaya dan pendekatan guru masih berkutat di zona nyaman proses pembelajaran.

Guru Penggerak menjadi solusi berikutnya oleh Mas Menteri. Satu lagi gebrakan sesudah intensitas serangan covid-19 menurun. Para guru penggerak yang diterima wajib mengikuti pelatihan selama satu semester, yang semua materi disajikan dalam jaringan. Instruktur dan calon guru penggerak bertemu di dunia maya melalui layar monitor (Laptop atau Android). Efektifkah? Efektif juga, tetapi para guru mesti selalu duduk di depan laptop untuk bertemu dengan instrukturnya.

Platforma Merdeka Mengajar lahir bersamaan dengan semua program dan gerakan yang menggerakkan dunia pendidikan di Indonesia. Mas Menteri bekerja kerja mengkampanyekan Kurikulum Merdeka yang perlu diimplementasikan secara bertahap melalui pilihan Mandiri Belajar, Mandiri Berubah dan Mandiri Berbagi. Suatu perkembangan yang bagai meloncat naik dan belum melompat maju. Meloncat (melenting) sehingga terlihat lalu turun lagi. Sementara bila melompat dipastikan akan melewati suatu rintangan dalam jarak lalu jatuh pada satu titik baru di depan. 

Perkembangan yang menarik dan mencemaskan pada guru di Indonesia. Kurikulum Merdeka, Platform Merdeka Mengajar, Guru Penggerak, Pendidikan dan Pelatihan Guru (PPG online & offline), dan lain-lainnya yang semuanya dapat dikerjakan oleh para guru yang memiliki ketrampilan literasi digital dengan segala produk aplikatifnya.

Kini, menjelang akhir tugas Mas Menteri Nadiem Anwar Makarim, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan mengeluarkan Perdirjen GTK Nomor: 7607/B.B1/HK.01/2023 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah. Mampukah para guru mewujudkan Perdirjen GTK yang mulai diberlakukan pada Januari 2023 ini?

Beberapa artikel di Kompasiana ini mengkritisi kebijakan ini (lihat sumber-sumber ini: 1, 2, 4, 5 dan masih ada lagi artikel opini bebas). Rasanya hari-hari terakhir ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) sedang menerapkan suatu sistem "penjajahan" atas nama peningkatan kualitas kinerja guru.

Pada peringatan Hari Guru Nasional, November 2023 lalu, Presiden NKRI, Ir. Joko Widodo mengacu pada satu lembaga survey yang menyebutkan bahwa guru di Indonesia tingkat stresnya tinggi, disebabkan oleh:

  • Kelakuan Murid
  • Perubahan Kurikulum
  • Kemajuan Teknologi 

"Hati-hati Pak Mendikbud!" demikian pernyataan Presiden Ir. Joko Widodo; (6

Presiden Ir. Joko Widodo mewanti-wanti Mas Menteri, namun kalimat selanjutnya justru tidak solutif.  Berikut transkrip pernyataan Presiden

Jadi guru itu bukan pekerjaan yang ringan. Menurut sebuah lembaga riset internasional yang saya baca, ... Saya kaget juga setelah membaca, bahwa tingkat stres guru itu lebih tinggi dari pekerjaan yang lain, tapi kalau saya lihat seluruh anggota PGRI ini ndak, saya lihat ceria semuanya...artinya lembaga riset ini mungkin bukan di Indonesia... . Kembali lagi, ini lembaga riset internasional, bahwa tingkat stres guru lebih tinggi dibandingkan pekerjaan yang lain. Kenapa? Di situ disebutkan, antara lain karena perilaku siswa, juga karena perubahan kurikulum (disambut riuh)... "hati-hati pak Mendikbud!" 

Tapi ya, kurikulum memang harus berubah karena setiap saat perubahan itu selalu ada.... apalagi sekarang ini... distrupsi teknologi sangat cepatnya, setiap hari berubah, berubah, berubah terus. Dan juga karena  perkembangan teknologi. Jadi ada tiga yang pertama karena perilaku siswa, yang kedua perubahan kurikulum, perkembangan teknologi. Semua guru harus mengikuti perubahan teknologi yang ada. Kalau mungkin yang di kota-kota lebih enak, tapi untuk guru yang bekerja di daerah 3T, yang infrastrukturnya terbatas, yang fasilitasnya terbatas, yang gurunya juga terbatas ini saya pastikan lebih berat.

Jadi Presiden NKRI, Ir. Joko Widodo menyadari dan mengevaluasi bahwa para guru yang berada di perkotaan lebih enak dibandingkan guru di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) serba terbatas dan dipastikan lebih berat.

Jika demikian, bukankah peringatan, wanti-wanti kepada Mas Menteri mestinya mendapatkan perhatian? Tidak mungkinkah penerapan Perdirjen GTK tidak menjadi model pembebanan baru pada guru yang kiranya agak nyinyir bila disebutkan sebagai "penjajahan" atas nama peningkatan kinerja guru?

Semoga ada kebijakan yang lebih bijaksana dengan mempertimbangkan segala kondisi dengan tidak mengacu pada konteks lokal tertentu di seputaran institusi Kemdikbudristek.

Nekmese-Amarasi Selatan, 16 Januari 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun