Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemangku Buana Sukacita Nirwana

6 Desember 2022   13:14 Diperbarui: 6 Desember 2022   14:39 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi, motif a'kai manfafa'; dokpri, Roni Bani

"Budaya adalah pelebaran pikiran dan jiwa." (Jawaharlal Nehru)

Pengantar

Beberapa waktu terakhir ini anak-anak dari kampung kami yang sedang studi di beberapa perguruan tinggi  dan ada juga yang sudah menjadi guru, mengirim teks pesan melalui WhatsApp. Teks pesan itu antara lain seperti ini:

  • bapa tulis ko kirim kasi beta dongeng dolo ko?

  • ba'i beta bisa dapat cerita legenda ko? Ini botong ada tugas...

  • ba'i , arti motif 'kai manfafa' tu apa? Botong mau fesion sou...

  • ba'i kalo hapei su bae na tulis ko kirim kasi beta tentang re'u ee... 

Kami di kampung lahir dan dibesarkan dalam dua bahasa (bilingual) yakni Bahasa Amarasi Kotos (salah satu cabang bahasa dari Uab Meto') dan Bahasa Melayu Kupang (satu bahasa kriol yang menarik). Oleh karena itu anak-anak ini menulis dalam Bahasa Melayu Kupang. Belum dapat menulis dalam Bahasa Amarasi Kotos. Bahasa Amarasi Kotos yang dipakai sehar-hari memiliki ilmu tersendiri yang terasa sulit, mudah dilafalkan sulit ditulis.

Saya pun mengupayakan untuk mengetahui dan dapat memenuhi permintaan anak-anak kami ini. Ada yang sudah saya beri jawaban melalui tulisan dalam blog ini dan ini



Varian makna A'kai manfafa' 

  • A'kai manfafa' secara linguist merupakan kata bentukan dari dua kata yakni a'kaif atau 'kaif dan fafa'; antara 'kaif dan fafa' mendapat conjuncition ~ kata sambung ma dengan tambahan bunyi sengau /n/ yang diambil dari kata kerja na'fafa'. Dari kata kerja na'+fafa', selanjutnya disambungkan dengan kata benda a'kaif (subjek) tambah kata sambung ma, muncul kata bentukan 'kai manfafa' . Secara lurus seluruh kalimat itu merupakan kata kerja sedangkan subjeknya disiratkan.Bila dimunculkan subjek, ternyata orang ketiga tunggal, /dia/ yang dalam Bahasa Meto' /in/ . Dengan demikian kai manfafa' secara keseluruhan kalimat nampak sebagai berikut: in ankai ma na'fafa' lalu dipendekkan menjadi kata benda 'kai manfafa'. 

  • Mari perhatikan artinya, a'kaif ~ model, motif, bentuk simetris; ma ~ dan; fafa' ~ masukkan dalam pelukan (bersilinder). Jika menengok pada kalimat in ankai ma na'fafa' maka artinya secara harfiah ~ ia menggaet (bentuk simetris) dekatkan dan memeluk.  Itulah maknanya secara linguistik

  • Filosofi dari in ankai ma na'fafa' atau 'kai manfafa'. Manusia yang hidup dalam komunitas masyarakat adat Pah Amarasi di dalamnya terdapat pemimpin-pemimpin. Pada mereka sebagai pemimpin ada kuasa untuk menguasai komunitas dan kaum. Pada mereka ada pengetahuan, hikmat dan kearifan untuk menata kehidupan bersama agar tertib. Maka pada merekalah masyarakat menempatkan diri pada pangkuan dan pelukan. Para pemimpin, terutama pemimpin tertinggi dalam Pah (Kerajaan, ke-usif-an) wajib padanya untuk memberikan "pangkuan dan pelukan" kepada masyarakat. Pangkuan dan pelukan yang dimaksudkan di sini, secara aktif dimulai dari pemimpin (nkai ~ menggaet). Pemimpin yang mendatangi yang terpimpin. Mereka yang terpimpin akan merasa mendapatkan perlakuan sebagai telah dipangku dan dipeluk oleh pemimpinnya. 

  • Secara sosiologis, masyarakat memahami bahwa dalam kehidupan bersama baik komunitas-komunitas kecil umi-ropo (genealogis) di sana ada pemimpinnya. Ketika meluas pada satu kampung hingga suatu wilayah dengan bentuk berpemerintahan seperti apa pun itu namanya, di sana terdapat hubungan dan komunikasi intens antara pemimpin dan terpimpin. Hubungan dan komunikasi itu dalam rangka saling menopang dalam upaya hidup bersama secara tertib, maju bersama dalam segala aspeknya. "Tangan kuasa dan kekuatan" untuk memimpin dan mengarahkan ada pada pemimpin, mulai dari wilayah sempit Umi-Ropo, Kuan, hingga Pah (kerajaan, keusifan). 

  • Pada masa lampau hanya para usif dan bangsawan yang boleh memakai kain dengan motif a'kai manfafa' . Hal ini untuk membedakan mereka sebagai orang-orang yang memimpin, mengayomi masyarakat dan selalu siap untuk memberi solusi dari permasalahan yang dihadapi masyarakat. Pada zaman modern ini, keindahan, artistik nan apik dari motif ini menyebabkan siapa pun boleh mengenakannya.

  • Secara religius dan futuris dimaknai bahwa Sang Khalik Ilahi, Tuhan Yang Maha Esa, pada pangkuan dan pelukan-Nya orang menempatkan diri. Oleh karena itu,  ketika Tuhan menjanjikan kehidupan yang indah pada hari depan, kejarlah kehidupan itu dengan tetap menempatkan diri pada pelukan dan pangkuan-Nya, karena Dia akan membawahantarkan tiba di masa depan itu, termasuk sukacita nirwana yang disiapkan-Nya.


Penutup

Pemaknaan pada suatu simbol/lambang dalam suatu komunitas masyarakat tentu sangat variatif. Maka, tulisan ini tidak mutlak utuh sebagai makna dari a'kai manfaf. Pengguna Bahasa Amarasi sendiri ada dalam tiga kelompok besar (Kotos, Ro'is, Taisnonof); dan komunitas masyarakat adat Pah Amarasi bagai "terbelah" secara sosiologis pada varian Kotos-Ro'is yang kadang terasa seperti dikotomi. 

Makna pada varian motif kain tenun di Amarasi pun tidak mudah untuk didapatkan dari para penenunnya. Orang tertentu sajalah yang kiranya dapat membuka maknanya. Kiranya tulisan ini bermanfaat.


Umi Nii Baki-Koro'oto, 6 Desember 2022 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun