Pengantar
Artikel ini sebagai refleksi pada saat Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) memasuki Bulan Keluarga. Setiap bulan Oktober GMIT sebagai institusi keagamaan bersama seluruh warga di dalamnya berefleksi dalam tema besar: Keluarga. Saat ini, GMIT sedang mengadakan Sidang Sinode Istimewa di tengah kabar keracunan massal yang terjadi pada ratusan siswa di Nusa Tenggara Timur. Pemberitaan media massa menyebutkan tentang pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis yang justru miris karena bagai sedang "bermetamorfosa" menjadi Makanan Beracun Gratis. Sungguh sayang. Protes dan permintaan agar evaluasi hingga penghentian dihunjukkan dan disuarakan. GMIT patutlah untuk segera bersuara di tengah arus racun zaman ini, bukan saja pada masalah keracunan massal, namun pada ragam masalah sosial di sekitarnya.
"Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." - Kejadian 6:9
Ketika Dunia Penuh Kekerasan dan Ketidakjujuran
Kisah Nuh lahir dari dunia yang rusak: bumi penuh kekerasan, tipu daya, dan ketidakpedulian terhadap kehidupan. Manusia menukar kebenaran dengan keserakahan, dan kebijaksanaan dengan kelicikan. Namun, di tengah dunia yang busuk, Nuh tetap hidup bergaul dengan Allah. Ia dan keluarganya menjadi tanda bahwa kesetiaan masih mungkin di tengah arus kebusukan moral.
Kisah ini terasa relevan ketika kita memandang situasi bangsa kini. Di tengah gembar-gembor program "Makan Bergizi Gratis", justru muncul ironi: anak-anak kita diracuni oleh kelalaian dan ketamakan manusia. Dari Kupang, Kefamenanu, Soe, hingga pelosok Nusantara, air mata para orang tua mengalir bukan karena lapar, tetapi karena kehilangan kepercayaan terhadap sistem yang mestinya melindungi kehidupan.
Apakah kita sedang menyaksikan kembali zaman Nuh, ketika manusia lupa bahwa setiap anak adalah gambar Allah yang harus dijaga dengan kasih dan tanggung jawab?
"Bumi telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan." -Â Kejadian 6:11
Refleksi mengenai situasi saat ini, yang merujuk pada Kejadian 6:11---bahwa "Bumi telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan" dan menghubungkannya dengan ironi yang terjadi pada Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Indonesia dan telah tiba di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang "bermetamorfosa" menjadi "Makanan Beracun Gratis," sungguh menyentuh inti dari masalah integritas dan kemanusiaan.
Situasi di NTT dan banyak tempat di Indonesia khususnya pada penyelenggaraan MBG, yang telah menjadi sorotan nasional akibat kasus keracunan massal pada ratusan hingga mencapai angka ribuan siswa di banyak tempat di Indonesia. Di Nusa Tenggara Timur kejadiannya di di Kota Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Timor Tengah Utara menghadirkan refleksi yang mendalam dan berlapis.