Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rasisme dan Pengkondisian Sosial

1 Juli 2020   18:48 Diperbarui: 1 Juli 2020   18:50 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari https://pedomansulsel.com/

Kembali kepada topik rasialisme. rasialisme muncul bukan hanya secara epistemologis, berkaitan dengan cara berfikir dan konstruksi pengetahuan, tapi juga kaitannya erat dengan psikologi. 

Rasisme didefinisikan sebagai sekumpulan ide-ide dan kepercayaan yang memiliki potensi untuk menyebabkan seseorang membentuk prasangka buruk yang pada akhirnya membawa pada perilaku negatif terhadap kelompok masyarakat tertentu. 

Ide dan kepercayaan yang salah itu kemudian membentuk prasangka buruk; dan prasangka buruk menghasilkan perilaku negatif yaitu diskriminasi. Inilah kemudian bentuk psikologi kognitif. 

Di mana otak manusia, dengan pengetahuannya, dengan pra pemahamannya, dengan pra sangkanya, mengolah informasi yang diperoleh untuk kemudian menjadi keputusan tindakan. Artinya, tidak ada manusia yang terlahir rasis.

Maka, rasialisme itu terbangun berkat informasi informasi pada dirinya. Informasi terutama berkaitan dengan identitas dan citra diri itulah yang kemudian sangat berpengaruh pada sebuah perspektif dan pra pemahaman. Bahwa saya berbeda, bahwa kita berbeda dengan mereka. Akhirnya terbangunlah sebuah hegemoni. 

Ingin sebenarnya saya sharing banyak bagaimana orang orang dari kelompok tertentu membangun citra diri komunitas mereka. tapi khawatirnya malah melengkapi pemikiran rasialis semacam itu. 

Entah berkaitan dengan ras, dengan suku, dan agama, entah mayoritas, entah minoritas, ada semacam upaya membangun citra kelompok bahwa kita lebih baik. entah secara religius, entah secara fisik, entah secara intelektual, dan pada saat saat semacam itu, terlihat sekali tidak berimbang dan cenderung menjadi merendahkan kelompok lain.

Karena memang secara psikologis, citra diri itu sederhananya untuk membangun semacam kepercayaan diri tapi pada saat yang sama menjadi menjatuhkan pihak lain. Lama kelamaan, kalau yang semacam ini menjadi semacam kesadaran praktis, maka menghadapi orang lain yang berbeda ini pemikirannya juga tidak kompleks. 

Dengan kata lain, prasangka yang emosional semacam itu memang tidak terlalu memperhitungkan rasionalitas. Otak manusia juga, cenderung menghindari pemikiran yang kompleks. 

Sederhananya, kebiasaan untuk berfikir cepat, atau malah menjadi malas berfikir, mencukupkan pemahamannya pada pengetahuan yang sudah dimiliki. Cara berfikir semacam ini tidak terjadi di satu wilayah tertentu atau pada komunitas tertentu saja, tapi berlaku umum.

Pengalaman saya, seorang teman dari Indonesia ketika sedang studi di Belanda bercerita, pada awal awal di Belanda dia tentu saja harus menyesuaikan diri dengan banyak hal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun