Memiliki tiga anak lelaki dan satu menantu yang keberadaannya semua di luar kota, terkadang membuat penulis dan isteri sering memendam kangen. Sejak anak-anak lulus Sekolah Menengah Atas dan menyelesaikan kuliahnya di luar kota Semarang, praktis penulis dan isteri balik modal. Alias kembali hidup berdua.
Penulis menyadari kesibukkan anak-anak. Anak yang pertama dan isterinya sedang getol-getolnya mengembangkan usaha makanan konsumsi anak- anak di Jakarta. Yang kedua sedang mengambil study S3 nya di Sydney. Dan yang ketiga sibuk dengan pekerjaaannya di sebuah Badan Usaha Milik Negara di kota Bandung yang bernuansa hijau.
Bersyukur semua anak-anak dan menantu tidak pernah lepas dari komunikasi yang intens, sekalipun terkadang hanya say hello saja, tapi itu sudah bisa mengobati rasa kangen kami sebagai orang tua. Bahkan lebih dari itu, kami bersyukur kepada Yang Maha Kuasa, karena di setiap masalah dan pergumulan yang masing-masing mereka hadapi, anak-anak senantiasa menyampaikannya kepada kami. Sekecil apapun pergumulan mereka.
Dan bukan suatu kebetulan kalau beberapa bulan kemarin penulis diperhadapkan dengan pergumulan yang mau tidak mau harus dihadapi. Dan rasanya tidak ramai, kalau tidak berbarengan juga dengan pergumulan yang sedang dialami oleh ketiga anak kami. Jadi bisa dibayangkan, rasanya tumplek bleg. Ada rasa yang membuat penulis beserta isteri sesak, tertekan dan gelisah. Mencoba lari, tetapi tentu saja bukan lari dari kenyataan. Karena apapun ini harus dihadapi.
Anak yang pertama laporan dengan masalah barang-barang import yang masih terkendala di bea cukai. Anak yang kedua laporan kalau teman kostnya hidupnya tidak bener. Ditambah lagi dana biaya pendidikan dari LPDP mengalami keterlambatan yang belum tahu kapan cairnya. Anak yang ketiga dengan masalah take over urusan KPR rumah yang sudah diciclnya selama tiga tahun. Belum lagi pergumulan yang penulis dan isteri hadapi.
Terkadang memang rasanya mau protes kepada Sang Khalik. Mengapa ini bisa terjadi berbarengan tanpa ada jeda sedikitpun. Di satu sisi penulis sudah tidak muda lagi untuk biosa bereaksi dan merespon dengan cepat untuk meghadapi pergumulan yang tiba-tiba datang serentak. Di sisi yang lain koq ya malu sama Tuhan. Hidup koq ya mengeluh dan protes terus. Padahal DIA sudah berkata. Tuhan itu penopang bagi semua orang yang jatuh dan penegak bagi semua orang yang tertunduk
Bukan berlebihan kalau kita selalu diingatkan akan kasih dan setia Tuhan di dalam setiap kehidupan. Bahkan di saat kita menghadapi kesulitan dan merasa sudah berasa di titik nadirpun, Yang Maha Kuasa tidak serta merta meninggalkan kita. Seperti yang penulis berdua isteri alami. Di saat kami tidak berdaya, Tuhan dengan Kasih-NYA memberikan sentuhan dan jalan keluar yang membuat kami tersadar akan Kuasa Tuhan.
Memang terkadang kita berpikir praktis dengan aroma negatif. Dan ini yang seringkali terjadi. Kita merasa Tuhan sudah meninggalkan kita seorang diri dan dibiarkan terpuruk sampai tenggelam di dalam pergumulan tanpa jalan keluar, seperti saat kita sedang jatuh dalam sebuah lubang tanpa dasar. Sebaliknya tanpa kita sadari sebetulnya Tuhan sedang mendukung kita dan memberikan kekuatan untuk bangkit dan meraih kemenangan.