Mencoba masuk ke dalam toko souvenir dan lihat2 barang dagangan yg dijual, aku melihat tumpukan batu yg dilapisi plastik bening. Ada ukuran kecil, sedang dan agak besar segenggaman tangan. Hmm...mungkin ini yg dimaksud batu yg dpt digosok menjadi cincin itu.
Bahan luarnya kasar dan pinggirannya gak beraturan tetapi permukaannya rata. Warnanya berwarna warni. Pasti cukup mahal dan bila digosok akan menghasilkan pendaran warna dan cahaya yg bagus, gumamku.
Aku lihat kamus google translate Jerman ~ Indonesia, dan ketik Mauer artinya adalah "Tembok". Ya benar artinya adalah tembok, kawan. Tembok Berlin Asli. Sekali lagi aseli. Bujubuneee...harga serpihan (bukan bongkahan batu) dihargai sebesar itu. Kalau dirupiahkan yg paling gede hampir Rp 300.000,-.
Ini lebih gendeng lagi daripada orang Indonesia yg gila bacin pikirku. Serpihan batu bisa menjadi dianggap berharga hanya karena ada label peristiwa sejarah yg ditulis dilapisannya. Apakah pembeli bisa percaya begitu saja kalau beneran itu reruntuhan tembok Berlin? Dan kalaupun benar, ngapain juga membelinya.
Ternyata kawan, 155 kilometer panjang tembok Berlin dengan tinggi 4 meter yg membelah Jerman Barat dan Timur saat perang dingin dahulu tidak dibuang begitu saja reruntuhannya.
Dengan reunifikasi kedua Jerman yg ditandai dengan diruntuhkannya tembok sialan tsb, negara Jerman yg baru tidak begitu saja membuang material bersama dgn kenangan getir yg tersimpan di dalamnya.
.
Untuk mengenang sejarah pahit tidak sekedar dibuatkan monumen atau museum tetapi kepingan material sejarah yg tidak berguna akan punya makna dan bernilai ketika dilabeli suatu peristiwa dibaliknya.
Ketika tidak ada tulisan Original Berliner Mauer, serpihan batu itu tidak berharga sama sekali dan orang yg menyimpan atau memajangnya mungkin dapat diduga kena gejala flinstone effect.
Dan Einstein pernah bilang bahwa imajinasi lebih hebat dari ilmu pasti. Hebat juga ya Einstein...eh imajinasi.