Mohon tunggu...
Herman Efriyanto Tanouf
Herman Efriyanto Tanouf Mohon Tunggu... Penulis - Menulis puisi, esai, artikel lepas

Founder dan Koordinator Komunitas LEKO Kupang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Usaha Lopo Muni Insaka dalam Mencegah Air Mata dari Mata Air Naija Lu'u

10 Februari 2019   22:23 Diperbarui: 10 Februari 2019   22:51 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagai rahim dari segala yang hidup termasuk manusia, sumber mata air perlu dijaga eksistensinya. Manusia sebagai individu, keberlangsungan hidupnya ditentukan oleh alam yang alami bukan alam yang terzalimi. Salah satu situasi alami tersebut adalah adanya mata air.

Hidup manusia akan terus berlangsung dan hanya dapat bertahan dalam jangka waktu tertentu dengan adanya air dan unsur-unsur alam lainnya (tanah, api dan udara). Dalam keberadaannya, setiap saat air dibutuhkan oleh manusia. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari air sebagai unsur yang mengikat. Toh, air memang menjadi unsur paling dominan (80%) dalam tubuh manusia.

Sebagai kebutuhan intim, air perlu dijaga, dirawat, diproduktifkan sebagai bentuk kecintaan manusia. Namun terkadang pada waktu tertentu, manusia menjadi sangat "benci" terhadap adanya mata air. Kebencian itu mewujud dalam ulah manusia-manusia jahil. Disadari atau tidak, ada tindakan-tindakan yang menyebabkan datangnya air mata bagi mata air, di mana saja.

Jika di kota-kota besar air mata adalah sampah-sampah (organik maupun non organik), limbah pabrik/ industri, maka di kampung-kampung air mata itu adalah perusakan hutan, kotoran ternak sekaligus manusia, dan berbagai aksi konyol lainnya. Apapun faktor penyebabnya, sumber mata air hendaknya tetap dijaga "kejernihan, kebersihan dan kesehatannya". Jangan sampai air yang dikonsumsi adalah air keruh sarat kotoran-kotoran ternak dan manusia-manusia yang tidak bermartabat. Manusia dan lingkungannya menjadi tidak sehat.

Namun demikian, usaha manusia dalam merawat adanya sumber mata air hendaknya tidak terbatas pada sikap waspada terhadap kemungkinan-kemungkinan penyebab. Usaha lebih yang harus dilakukan adalah perlakuan terhadap sumber mata air itu sendiri. Adalah sia-sia jika sepanjang aliran air dirawat tetapi alpa memperhatikan sumber alirnya.

Usaha-usaha memperlakukan sumber mata air secara etis sudah banyak dilakukan oleh orang-orang (personal maupun komunitas) yang sangat peduli terhadap lingkungan (sumber mata air). Kepedulian memang perlu dibangun sejak dini, sebelum alam semesta memberi malapetaka.

Pada awal Januari 2019 lalu, ada salah satu kelompok/ komunitas orang muda di Ekafalo, Insana, Timor Tengah Utara menunjukkan kepedulian dalam bentuk yang lain. Ialah Lopo Muni Insaka, komunitas lintas generasi yang memusatkan perhatian pada berbagai aspek kehidupan di kampung halaman termasuk lingkungan (sumber mata air). Sikap peduli direalisasikan dengan menanam pohon di sekitar sumber mata air. Naija Lu'u, nama dari sumber mata air di Ekafalo yang menghidupi masyarakat sekampung sekaligus menjadi salah satu fokus perhatian orang muda di sana.

Keberadaannya selain dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (makan, minum, mandi, dan lain-lain) juga difungsikan sebagai sumber irigasi (pertanian) dan peternakan. Boleh dikata,  Naija Lu'u adalah sumber kehidupan bagi semua yang dinamai "hidup" di Ekafalo.

Motivasi utama Lopo Muni Insaka adalah menjaga eksistensi dari sumber mata air itu sendiri. Ada kegelisahan mendalam, karena lingkungan di sekitar sumber mata air memasuki tahap kritis. Selain ulah manusia yang membabat habis pohon-pohon untuk dijual ke pasar (sebagai kayu kering), banyak pohon (usia tua) yang tumbang di sana-sini.

Oleh karenanya, penghijauan adalah salah satu cara paling ampuh yang ditempuh oleh Lopo Muni Insaka untuk menjawabi berbagai kegelisahan di kampung halaman. Dengannya, debit air akan tetap terjaga bahkan meningkat karena didukung oleh rimbunnya pohon-pohon di sekitar (filtrasi dan penyimpanan air bersih secara alami). Aksi demikian sekaligus meminimalisir pencemaran udara dan menciptakan lingkungan yang sehat nan asri.

Naija Lu'u dalam fungsinya tidak terbatas pada sumber air. Tetapi juga merupakan Oe le'u (sumber mata air pemali/ keramat) yang disakralkan sejak dahulu oleh seluruh rumpun suku di Ekafalo. Naija Lu'u dianggap masyarakat setempat sebagai mata air yang "bertuan/ berpenghuni/ penjaga". Terkait "tuan/ penjaga" sangat sensitif untuk disebut, baik secara lisan maupun tulisan. 

 Oleh sebab itu, masyarakat di kampung Ekafalo selalu melakukan ritual adat di Naija Lu'u setiap tahunnya pada tanggal 4 November, beberapa hari setelah peringatan Hari Arwah. Dalam Bahasa Dawan sehari-hari disebut sae on fafon nae, he tlol teo oela (menuju ke atas untuk berkurban; ke atas merujuk pada sumber mata air yang berada di puncak bukit, sedangkan kurban merujuk pada hewan dan segala harap dalam tutur adat). Tradisi tersebut pun menjadi bagian dari program Lopo Muni Insaka yakni melestarikan beragam ritual adat (tetap dijalankan). Usaha yang ditempuh adalah mendukung dan turut serta setiap kali ada ritual di sumber mata air, bahkan anak-anak pun turut serta.

Dalam prosesnya, ritual adat dimaksud hanya dapat dilakukan oleh Amnasit/ Amnaistina (para tetua-tokoh adat). Lopo Muni Insaka hadir sebagai lian munif atau  sufa' kauf (artinya pucuk: merujuk pada generasi masa kini/ anak-cucu/ orang muda yang ingin belajar dan selalu siap dibekali pengetahuan budaya). Tindakan konkret yang sudah dilakukan lian munif atau  sufa' kauf tersebut adalah turut menjaga adanya sumber mata air Naija Lu'u melalui sen hau ana' (menanam pohon/ penghijauan). Setelah sen hau ana' dilanjutkan lagi dengan poep senat (siram, merawat tanaman).

Dapat dipahami bahwa sikap peduli atau mencintai sumber mata air tidak terbatas pada aktivitas tanam-menanam, tetapi perlu adanya tindak lanjut yaitu menjaga dan merawat tanaman-tanaman agar tetap tumbuh. Di satu sisi, merawat secara rutin adalah usaha untuk menjadikan mata air tetap mengalir. Dengannya, hidup manusia akan tetap berlangsung-bertahan sebagaimana air itu mengalir. Posisi orang muda sebagai sosok-sosok energik, memiliki peran penting dalam usaha meningkatkan kapasitas (debit air).

Atas konsep yang demikian orang-orang muda di Lopo Muni Insaka sebagaimana dalam video, mengindahkan titah-titah tersebut. Sekalipun diguyur rintih hujan hingga kuyup, mereka tetap bersemangat saat menanam. Selain karena musim hujan, situasi tersebut adalah isyarat "restu" dari alam atas tindakan orang-orang muda yang memperlakukan alam secara positif.

Nah, tentu orang muda sebagai generasi produktif sudah seharusnya menaruh kecintaan terhadap lingkungan yang telah menjadikannya hidup. Sumber mata air sebagai nadi kehidupan pun perlu dirawat agar tidak timbul nanah dari luka-luka yang mendatangkan air mata bagi mata air. Sebelum akhirnya ada air mata, jaga dan timanglah mata air itu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun