Danau Toba, sebuah mahakarya alam yang terhampar luas di jantung Sumatera Utara, bukan hanya sekadar cekungan air tawar biasa. Di balik kebiruan airnya yang tenang dan hijaunya perbukitan yang mengelilinginya, tersimpan sebuah kisah legendaris yang telah diwariskan secara turun-temurun, sebuah cerita rakyat yang menggetarkan jiwa dan menyentuh setiap pendengarnya. Kisah ini bukan hanya tentang asal-usul sebuah danau, melainkan juga tentang harga sebuah janji, kekuatan cinta, dan konsekuensi dari sebuah pengkhianatan.
Pada zaman dahulu Kala di Tanah Sumatera jauh sebelum Danau Toba terbentuk, konon hiduplah seorang petani muda yatim piatu bernama Toba. Ia adalah sosok yang rajin, jujur, dan memiliki hati yang lapang. Meskipun hidup dalam kesederhanaan, Toba selalu bersyukur dan tidak pernah mengeluh. Suatu hari, saat ia sedang memancing di sungai, sebuah keajaiban terjadi. Kaitan pancingnya bukan menangkap ikan biasa, melainkan seekor ikan mas yang luar biasa besar dan indah. Namun, keunikan ikan itu bukan hanya pada ukurannya, melainkan pada matanya yang memancarkan sinar tak biasa, seolah memiliki jiwa.
Toba, yang terheran-heran, memutuskan untuk tidak memasak ikan itu. Ia membawanya pulang dan menaruhnya di bejana besar. Betapa terkejutnya Toba, ketika keesokan harinya, ikan mas tersebut berubah wujud menjadi seorang wanita cantik jelita yang tak terlukiskan dengan kata-kata. Wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai Putri, dan menceritakan bahwa ia adalah jelmaan dari seorang putri yang dikutuk menjadi ikan. Ia berjanji akan menjadi istri Toba jika Toba mau menjaga sebuah rahasia besar: bahwa ia adalah jelmaan ikan. Toba, yang terpikat oleh kecantikan dan kebaikan hati Putri, setuju tanpa ragu. Ia berjanji akan menjaga rahasia itu seumur hidupnya.
Pernikahan Toba dan Putri dilangsungkan dalam kesederhanaan, namun diliputi kebahagiaan. Mereka hidup rukun, saling mencintai, dan membangun rumah tangga yang harmonis. Tak lama kemudian, kebahagiaan mereka bertambah lengkap dengan kehadiran seorang putra yang tampan dan sehat, yang mereka beri nama Samosir. Samosir tumbuh menjadi anak yang lincah dan ceria, namun ia memiliki sifat yang sedikit berbeda dari anak-anak seusianya. Ia memiliki nafsu makan yang luar biasa dan terkadang tingkah lakunya agak sulit dikendalikan.
Meskipun demikian, Toba dan Putri sangat menyayangi Samosir. Putri selalu mengingatkan Toba untuk tidak pernah mengungkapkan rahasia asal-usulnya kepada siapapun, apalagi kepada Samosir. Toba selalu menegaskan janjinya, bahwa ia akan menjaga rahasia itu dengan teguh, demi keutuhan keluarga mereka.
Waktu berlalu, Samosir pun tumbuh dewasa. Ia semakin besar dan sifatnya yang unik semakin menonjol. Suatu hari, seperti biasa, Putri menyiapkan bekal makanan untuk Toba yang pergi ke ladang dan Samosir yang diminta mengantarkan bekal itu. Namun, di tengah perjalanan, Samosir merasa lapar. Tanpa pikir panjang, ia memakan sebagian besar bekal makanan ayahnya hingga hanya tersisa sedikit.
Ketika Toba tiba di ladang dan melihat bekalnya yang tinggal sedikit, ia merasa sangat kecewa dan marah. Ia bertanya kepada Samosir mengapa ia melakukan itu. Samosir dengan polosnya menjawab bahwa ia sangat lapar. Toba, yang sudah lelah bekerja di ladang dan ditambah kekecewaannya, kehilangan kendali. Tanpa berpikir panjang dan melupakan janjinya, ia melontarkan kata-kata pedas kepada Samosir: "Dasar anak ikan! Tidak tahu diuntung!"
Kata-kata itu bagai petir di siang bolong. Samosir terkejut dan sedih mendengar ucapan ayahnya. Ia tidak mengerti mengapa ayahnya memanggilnya "anak ikan." Dengan hati yang hancur, ia berlari pulang dan menceritakan kejadian itu kepada ibunya.
Mendengar pengakuan Toba, Putri pun sangat murka. Ia merasa dikhianati oleh suaminya sendiri, janji yang telah diucapkan dengan tulus telah dilanggar. Air mata Putri mengalir deras, dan bersamaan dengan itu, langit menjadi gelap, petir menyambar, dan hujan mulai turun dengan sangat lebat. Hujan itu bukan hujan biasa, melainkan hujan yang tak kunjung henti, terus-menerus membasahi bumi.
Air meluap dari segala arah, menenggelamkan desa, ladang, dan segala isinya. Toba, yang menyadari kesalahannya, berusaha menyelamatkan diri, namun terlambat. Seluruh wilayah itu berubah menjadi danau yang sangat besar. Putri, yang telah berubah wujud kembali menjadi ikan, terjun ke dalam danau itu. Sementara Samosir, karena ia adalah anak dari Putri dan Toba, diangkat ke tempat yang lebih tinggi agar tidak ikut tenggelam, yang kemudian membentuk sebuah pulau di tengah danau, yang kita kenal sebagai Pulau Samosir.