Mohon tunggu...
Herlambang Saleh
Herlambang Saleh Mohon Tunggu... Guru

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah (Pram)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Hijab, Croptop dan Validasi Digital: Gaya Hidup Zaman 'Like'

20 Oktober 2025   15:56 Diperbarui: 20 Oktober 2025   15:56 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hijab, Croptop dan Validasi Digital: Gaya Hidup Zaman 'Like'(Sumber: Gemini)

Pernah nggak sih kamu lagi jalan-jalan di mall atau scroll TikTok sambil rebahan, terus nemu pemandangan yang bikin alis naik satu? Misalnya, perempuan berhijab tapi bajunya croptop, celananya super fit, dan kerudungnya... tipis banget, kayak tisu basah yang lupa dikeringin. Sekilas mirip gaya fashion runway, tapi di jalan raya. Caption-nya? 'Be confident, be you.' Lalu menunggu likes dan komentar manis dari netizen yang kadang lebih manis dari teh tarik.

Fenomena ini makin ramai, dan katanya sih bagian dari evolusi gaya hidup. Modern, katanya. Progresif, katanya. Bebas, katanya. Tapi di tengah tepuk tangan itu, kita kadang lupa nanya: 'Maknanya masih ada nggak, ya?'

Dulu, hijab itu simbol spiritual. Sekarang? Masuk katalog e-commerce, lengkap dengan diskon akhir pekan dan promo 'beli dua gratis satu.' Hijab bukan lagi soal ketaatan, tapi soal tone kulit, feed Instagram yang estetik, dan angle kamera yang sinematik. Kapitalisme memang jago banget: bisa jual apa aja, bahkan yang dulu dianggap sakral. Yang dulunya tanda ketundukan, sekarang jadi 'outfit of the day.'

Dan kita semua ikut tepuk tangan. Bangga karena agama kelihatan keren di depan kamera, meski kadang substansinya udah kabur di balik filter. Tapi tenang, ini bukan tulisan buat nyalahin siapa-siapa. Ini cuma ajakan buat mikir bareng, sambil ngopi dan ngemil keripik singkong.

Kita hidup di zaman di mana kebebasan berekspresi jadi menu utama. Tapi kadang lupa, kebebasan itu juga butuh arah. Kalau semua diukur dari likes dan views, nilai berubah jadi konten, dan konten jadi mata uang baru. Sosiolog mungkin akan bilang ini 'displacement of meaning'---pergeseran makna. Tapi kalau kita bilang, ini sih 'makna yang lagi cuti.'

Apa yang dulu berarti ketaatan, sekarang jadi ekspresi diri. Apa yang dulu suci, sekarang jadi tema fashion. Bahkan iman pun bisa dikurasi biar lebih engaging. Nggak heran kalau batas antara religius dan sensual makin blur. Yang penting bukan lagi isi, tapi seberapa kece tampilannya di layar.

Lucunya, semua pihak merasa menang. Remaja merasa bebas, brand fashion merasa cuan, influencer merasa relevan, dan masyarakat merasa toleran. Semua happy, semua merasa maju. Tapi nggak ada yang nanya, 'Hijab itu masih punya makna nggak sih?'

Islam sebenarnya udah punya jawaban dari dulu. Kebebasan itu bukan berarti bebas sebebas-bebasnya, tapi tetap dalam koridor halal dan haram. Bukan berarti nggak boleh gaya, tapi gaya juga ada etikanya. Kebebasan tanpa arah itu kayak naik motor tanpa GPS---bisa muter-muter, ujung-ujungnya nyasar ke tempat yang nggak jelas.

Hijab itu bukan cuma kain di kepala. Ia adalah pernyataan arah hidup. Ia bukan buat menarik perhatian, tapi buat menenangkan pandangan. Tapi di dunia yang hidup dari atensi, ketenangan itu produk yang nggak laku. Kita hidup di era di mana yang penting bukan lagi jadi baik, tapi kelihatan baik. Maka tak heran kalau hijab pun akhirnya berubah fungsi, dari tanda ketundukan jadi tanda trending.

Mungkin nanti hijab bakal dijual sebagai 'simbol spiritual tanpa kewajiban moral.' Dan dunia akan tetap beli, karena di dunia yang haus validasi, yang paling laku memang yang setengah benar. Kayak mie instan---cepat, enak, tapi nggak sehat.

Tapi tenang, bukan berarti kita harus jadi anti tren. Justru ini momen buat refleksi. Kita bisa tetap tampil keren, tapi juga tetap paham makna. Fashion boleh berubah, tapi semoga hati tetap tahu arah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun