Namun, di tengah kondisi ekonomi yang sulit ini, budaya kerja di Indonesia memiliki nuansa yang unik. Kita cenderung mengedepankan harmoni dan kekeluargaan.Â
Hubungan dengan atasan dan rekan kerja sering kali lebih dari sekadar profesional, melainkan juga personal. Kita diajarkan untuk menjaga perasaan dan menghindari konfrontasi.Â
Hal ini membuat banyak orang lebih memilih loyalitas dan menahan diri, meskipun ada ketidaknyamanan. Daripada mengambil risiko mencari pekerjaan baru atau berkonflik, mereka memilih stabilitas yang ada, berharap keadaan akan membaik seiring berjalannya waktu.
Pada akhirnya, keluhan yang tidak tersalurkan secara konstruktif hanya akan menumpuk menjadi frustasi. Kita merasa lelah, tidak dihargai, dan terjebak dalam rutinitas yang membosankan.Â
Kutipan di atas menawarkan dua pilihan yang sangat jelas: berhenti bekerja atau berhenti mengeluh. Jika pekerjaanmu benar-benar tidak bisa lagi kamu toleransi, mungkin saatnya untuk melepaskan. Namun, jika pilihan itu terlalu berat, satu-satunya cara adalah berhenti mengeluh.Â
Ubah pola pikir, fokus pada apa yang sudah kamu genggam, dan jadikan pekerjaanmu saat ini sebagai batu loncatan untuk masa depan yang lebih baik.
Jadi, pilihan ada di tanganmu. Terus-menerus mengeluh dan membiarkan diri terperangkap dalam kepahitan, atau mengambil alih kendali, baik dengan mencari jalan baru atau mengubah perspektif. (hes50)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI