Menelaah Prinsip Kewarganegaraan dari Kacamata Sosiolog Dunia: Marshall dan Turner
Banda Aceh, 11 Oktober 2025--- Dua tokoh besar dalam dunia sosiologi, T.H. Marshall dan Bryan S. Turner, kembali menjadi sorotan di kalangan akademisi Indonesia. Gagasan mereka tentang kewarganegaraan dianggap relevan dengan tantangan sosial dan politik masa kini, terutama dalam konteks pendidikan dan kesadaran lingkungan.
Dalam kajian terbaru yang diulas oleh beberapa dosen pendidikan kewarganegaraan, Marshall dikenal sebagai pelopor teori Citizenship and Social Class (1950) yang membagi kewarganegaraan menjadi tiga pilar utama: hak sipil, hak politik, dan hak sosial.
Menurut Marshall, kesejahteraan sosial dan keadilan menjadi dasar penting dalam membentuk masyarakat demokratis. Ia berpendapat bahwa negara harus berperan aktif menjamin hak-hak warganya agar tercipta kesetaraan dalam kehidupan sosial.
Berbeda dengan Marshall, sosiolog kontemporer Bryan S. Turner melihat konsep kewarganegaraan secara lebih kritis. Dalam karya Citizenship and Capitalism (1986), Turner menyoroti bahwa hak-hak warga negara tidak bisa dipisahkan dari pengaruh globalisasi, kapitalisme, dan ketimpangan sosial.
Turner memperkenalkan konsep "kewarganegaraan diferensial", yang menekankan bahwa tidak semua orang memiliki akses yang sama terhadap hak-haknya karena adanya faktor ekonomi, gender, dan etnis. Ia juga mengembangkan gagasan "ecological citizenship" atau kewarganegaraan ekologis, yang menekankan tanggung jawab moral setiap individu terhadap kelestarian bumi.
Menurut para ahli, kedua teori ini saling melengkapi. "Marshall menekankan kesejahteraan sosial, sementara Turner menegaskan pentingnya kesadaran global dan tanggung jawab ekologis. Dalam konteks pendidikan kewarganegaraan, keduanya bisa menjadi pondasi pembentukan karakter warga negara yang berkeadilan dan peduli lingkungan," ujarnya.
Para peneliti menilai bahwa teori Marshall dan Turner sama-sama penting untuk menjawab tantangan zaman. Jika Marshall berbicara tentang keadilan sosial dalam negara kesejahteraan, maka Turner berbicara tentang kewarganegaraan yang reflektif dan bertanggung jawab terhadap dunia global dan alam.
Keduanya menjadi pengingat bahwa menjadi warga negara bukan sekadar memiliki identitas hukum, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial dan moral terhadap sesama dan lingkungan. Dalam era modern yang penuh tantangan, pemikiran dua sosiolog besar ini diharapkan mampu menginspirasi pembelajaran PPKn di sekolah maupun universitas agar lebih kontekstual dan humanis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI